askep afiksia, PENGERTIAN Asfiksia neonatorum dapat diartikan sebagai kegagalan bernafas pada bayi yang baru lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan maturitas paru (Whally dan Wong, 1995).
B. ETIOLOGI
Pengembangan paru terjadi pada menit- menit pertama kelahiran kemudian
disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin
atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada massa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia
bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu
penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan
penting untuk keselamatan bayi.
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi sebagai berikut :
- Hipoksia ibu :
hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestasia.
- Gangguan aliran darah :
Mengurangnya aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering terjadi pada keadaan :
a. gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani akibat penyakit atau obat.
b. Hipotensi mendadak akibat perdarahan.
c. Hipertensi pada penyakit eklamsia.
2. Faktor plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan dll.
3. Faktor fetus
Kompresi tali pusat akan mengakibatkan tergantungnya aliran darah
pembuluh darah tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang melilit
leher.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
a. pemakaian obat anestesi/ analgetik yang berlebihan pada ibu.
b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intracranial.
c. Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia/ stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
C. PATOFISIOLOGI.
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi nafas pertama (primary
gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat
asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan
berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti dengan
asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel
akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga sumber glikogen
terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang
terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang akan disebabkan karena beberapa keadaan :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke
paru dan sistem sirkulasi yang lain mengalami ganguan.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob, tubuh
bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan
kerusakan membrane sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
menyebabkan gangguan elektrolit berakibat terjadinya hiperglikemia dan
pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berlangsung selama 8 – 15 menit.
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia
mengakibatkan iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia
karena mengakibatkan perfusi jaringan kurang baik. Pada iskemia dapat
mengakibatkan sumbatan pembuluh darah kecil setelah mengalami asfiksia 5
menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun tekanan
perfusi darah sudah normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan
penting dalam menetukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksasi.
D. MANIFESTASI KLINIK
Cara yang dianggap paling ideal hingga saat ini untuk menentukan derajat
asfiksia ialah penilaian klinik oleh Virginia Apgar (1953). Penilaian
ini berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam- basa dan dapat
memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskuler. Penilaian
meliputi nilai 0-1-2 untuk penilaian fungsi alat vital yaitu warna
kulit, pernafasan, denyut jantung dan penilaian oksigenasi susunan saraf
pusat yaitu tonus otot, reflek rangsangan. Penilaian secara praktis
dilakukan pada menit pertama yang berhubungan erat dengan keadaan pH
arteria umbilikalis sedang menit ke lima berhubungan erat dengan akibat
neurologis nantinya. Apabila meni kelima nilai apgar balum mencapai
nilai 7 maka ditentukan nila pada menit ke 10, 15 dan seterusnya.
Maksimal bayi dapat mencapai nilai 10 dan minimal 0.
Pengecualian pada interprestasi nilai apgar yaitu pada bayi berat badan
lahir sangat rendah (berat kurang dari 1500 gr dan massa geatasi kurang
dari 32 minggu). Bayi ini mempeunyai nilai apgar lebih rendah tapi tidak
menderita asfiksia karena bayi ini pernafasannya belum teratur, warna
kulit pucat, tonus otot lemah dan reflek masih lemah.
Atas dasar penilaian klinik, asfiksia dapat dibagi menjadi :
1. Asfiksia ringan : nilai apgar 7 – 10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak perlu tindakan khusus.
2. Asfiksia sedang : nilai apgar 4 – 6, pada pemeriksaan denyut
jantung lebih dari 100 X/ menit, tonus otot kurang baik, sianosis,
reflek iritabilitas tak ada.
3. Asfiksia berat : nilai apgar 0 – 3, pada pemeriksaan denyut
jantung kurang dari 100 X/menit, tonus otot jelek, sianosis berat, kdang
pucat, reflek iritabilitas tak ada.
Hubungan antara nilai Apgar dengan pH darah bayi :
Nilai Apgar pH
7 – 10
4 – 6
0 – 3 7,2
7,1 – 7,2
7,1
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit ini sangat dipengarhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat pula gejala klinis yang ditunjukan. Gejala
dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi asfiksia yang mampu
bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis lebih baik.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada kasus asfiksia meliputi tindakan pendukung yang sama
dengan pengobatan pada bayi premature dengan tujuan mengkoreksi
ketidakseimbangan. Pemberian minum peroral tidak diperbolehkan selama
fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi, pemberian
minum dapat diberikan secara perenteral.
Tindakan pendukung yang krusial :
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
Mempertahankan keseimbangan asam basa.
Mempertahankan suhu lingkungan netral.
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
Mencegah hipotermia.
Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan surfaktan paru tidak adekuat.
Tujuan :
- Tidak ada kesulitan pernafasan.
- PaO2 dalam batas normal.
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
Intervensi keperawatan
a. Tentukan dasar upaya pernafasan, pengerahan dinding dada, warna kulit dan selaput membran.
Rasional
Alveoli bayi tetap stabil selama ekspirasi karena adanya surfaktan.
Nilai yang digunakan untuk menentukan kecukupan oksigenasi PaO2 normal
50-70 mmHg.
a Pertahankan pernafasan dan pantau curah jantung. Catat setiap 30
menit, frekuensi lebih dari 60 X/ menit mengindikasikan bahwa dalam
keadaan gawat nafas.
Rasional :
Meningkatkan tekanan transpulmonari, mengatasi tekanan pemukaan tinggi,
mencegah ateltasis dan memungkinkan perbaikan oksigenasi dan peningkatan
PaO2.
b Pantau warna kulit, aktivitas, pertahankan konsentrasi O2 konstan
paling sedikit 15 – 20 menit sebelumnya dengan konsentrasi 5 – 10 %
Rasional :
Konsentrasi oksigen yang stabil diperlukan untuk mempertahankan PaO2 dalam batas normal (50 – 70 mmHg).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme akibat stress.
Tujuan
Bayi tidak mengalami penurunan berat badan lebih dari 2 %, glukosa > 40 mg % dan mengalami kemajuan dalam makanan oral.
Intervensi keperawatan
a Pertahankan kecepatan infus pada tingkat dianjurkan, biasanya 65- 80 ml/kg berat badan/ hari.
Rasional
Kelebihan beban system sirkulasi karena terlalu banyak atau terlalu
cepat pemberian cairan menyebabkan edema paru dan jantung yang berakibat
fatal.
b Berikan nutrisi parenteral total (NPT) bila diindikasikan.
Rasional
NPT adalah cara alternative masukan gizi jika bising usus tidak terdengar dan bayi dalam kondisi stress akut.
c Pantau hipokalsemia.
Rasional
Hipokalsemia dan hipoglikemia adalah hasil dari keterlambatan atau masukan kalori tidak adekuat dan stress.
3. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan
Suhu tubuh dan tekanan darah stabil, bebas dari infeksi.
Intervensi keperawatan
a Petahankan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap
prosedur, pergunakan cairan steril (aquabides steril) untuk menambah
cairan pelembab dalam humidifiers.
Rasional
Kehangatan lingkungan yang lembab dalam ruangan dengan peralatan O2 akan meningkatkan pertumbuhan bakteri.
4. Termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan upaya pernafasan sekunder terhadap asfiksia.
Tujuan
Bayi dapat mempertahankan stabilitas suhu, bayi tidak hipoglikemia, sianosis atau bradikardi dan apnea.
Intervensi keperawatan
a Observasi bayi terhadap tanda ketidakstabilan suhu dan peningkatan konsumsi oksigen serta asidosis metabolic.
Rasional
Stress dingin meningkatkan konsumsi O2 dan vasokonstriksi paru. Hal ini
mnyebabkan hipoksia dan asidosis yang selanjutnya menekan produksi
surfaktan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 November 2004 diruang BBRT/ B4 RSUP
Dr. Kariadi Semarang dengan metode alloanamnesa pada orang tua bayi S
yang lahir pada tanggal 30 Oktober 2004 jam 23.00 WIB di UGD RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Bayi S masuk rumah sakit Dr. Kariadi Semarang pada
tanggal 1 November 2004, register 747529. Orang tua Bayi S tinggal di
Mojo Agung RT03/ III Trangkil, Pati.
Bayi S masuk rumah sakit dengan keluhan tidak kuat dalam menangis dan
bernafas. Riwayat yang didapatkan setelah pengkajian, bahwa usia
kehamilan 9 bulan, periksa kehamilan dibidan mendapatkan suntikan TT
sebanyak 2 x, mengalami eklamsia positif sehingga diindikasikan
dilakukan SC di UGD RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Riwayat neonatus : bayi S lahir pada usia kehamilan 9 bulan, dengan BBL
3400gr, jenis kelamin laki- laki, mengalami asfiksia sedang nilai Apgar
6- 7- 9. Keadaan umum : sadar, cukup aktif, tangis tidak kuat
(merintih), TTV nadi 140 x/ menit, pernafasan 44 x / menit, suhu 37 0 C.
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan data ; mata (konjungtiva tidak anemis
dan sclera tidak ikterik. Hidung (nafas cuping hidung tidak ditemukan).
Mulut (tidak sianosis). Dada (terdengar suara jantung I, II, bising
negative dan tidak terdengar suara gallop, pada paru tedengar suara
nafas vesikuler). Abdomen dtar, lemas. Pada ekstrimitas atas tidak
mengalami sianosis sedangkan pada ekstrimitas bawah tampak sianosis.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium didapatkan data Hb 13, 89 %, Ht 42, 3
%, leukocyte 14.300/ mm3, trombosit 347.000/ mm3, Na 137 mmol/ L, K 3,7
mmol/ L, Cl 109 mmol/ L, Ca 2,42 mmol/ L.
Terapi yang diberikan adalah oksigen nasal 2 liter /menit, infuse D10%
dengan tetesan 11 tts/ menit, injeksi ampicilin 2 x 175 mg (iv), injeksi
gentamicin 2 x 8mg (iv), injeksi vitamin K 1x1 mg (im).
B. Asuhan keperawatan
1. Data yang didapatkan adalah bayi S tidak kuat menangis (merintih)
sianosis pada ektrimitas bawah (ujung –ujung jari kaki) dan frekuensi
pernafasan 44 x / menit. Sehingga diagnosa yang kami angkat yaitu
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan surfaktan paru tidak
adekuat.
Tujuan : Tidak ada kesulitan pernafasan, PaO2 dalam batas normal, Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
Intervensi keperawatan
a Tentukan dasar upaya pernafasan, pengerahan dinding dada, warna kulit dan selaput membran.
b Pertahankan pernafasan dan pantau curah jantung. Catat setiap 30
menit, frekuensi lebih dari 60 X/ menit mengindikasikan bahwa dalam
keadaan gawat nafas.
c Pantau warna kulit, aktivitas, pertahankan konsentrasi O2 konstan
paling sedikit 15 – 20 menit sebelumnya dengan konsentrasi 5 – 10 %
Evaluasi : masalah teratasi sebagian, pasien masih terpasang O2 nasal, lanjutkan intervensi.
2. Data yang didapatkan adalah pasien mengalami kesulitan untuk
reflek mengisap susu, isapan belum kuat dan terpasang infuse D10 %
dengan tetesan 250/ 11/ 11 tts/ menit, sehingga kami angkat diagnosa
keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme akibat stress. Tujuan : Bayi tidak
mengalami penurunan berat badan lebih dari 2 %, glukosa > 40 mg % dan
mengalami kemajuan dalam makanan oral.
Intervensi keperawatan
a Pertahankan kecepatan infus pada tingkat dianjurkan, biasanya 65- 80 ml/kg berat badan/ hari.
b Latih untuk rflek menghisap susu sebelum dipasang NGT
c Pantau hipokalsemia.
Evaluasi : berat badan bayi tidak mengalami penurunan, masalah teratasi
sebagian, lanjutkan intervensi untuk melatih hisapan saat minum susu.
3. data yang didapatkan adalah suhu tubuh pasien 350 C perrectal,
ektrimitas bawah sianosis. Dari data diatas diagnosa yang kami angkat
adalah termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan
upaya pernafasan sekunder terhadap asfiksia. Tujuan : Bayi dapat
mempertahankan stabilitas suhu, bayi tidak hipoglikemia, sianosis atau
bradikardi dan apnea.
Intervensi keperawatan
a Observasi bayi terhadap tanda ketidakstabilan suhu dan peningkatan konsumsi oksigen serta asidosis metabolic.
b Berikan ruangan yang hangat
Evaluasi
Pasien belum bisa untuk mempertahankan suhu tubuh sehingga masih
membutuhkan penghangatan manual dengan lampu yang menyala dibawah box
bayi, masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi untuk menambahkan
selimut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data laporan kasus diatas bayi S mengalami asfiksia ringan – sedang
dengan nila Apgar 4 – 6, bayi ini memberikan reaksi yang baik terhadap
pemberian oksigen, rangsang taktil missal menepuk telapak kaki. Bila
reaksinya lambat, bayi sianosis, usaha nafas lambat, bayi mengalami
asfiksia sedang, maka dapat dilakukan nafas buatan (ventilasi) “bag to
mask” dengan oksigen 80 – 100 % juga diberikan rangsangan taktil missal
menepuk telapak kaki, biasanya kulit bayi akan menjadi merah jambu dan
keadaan bayi membaik.
B. Saran
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu bila
bayi harus dilakukan resusitasi maka jangan meniup atau memompakan udara
terlalu banyak kedalam paru bayi karena paru bisa pecah (pneumotoraks).
Pada pernafasan buatan mulut ke mulut, jumlah udara dalam mulut saja
sudah cukup.
Selalu cuci tangan dengan antiseptic sebelum dan sesudah kita melakukan
tindakan. Hal ini untuk menghindari terjadinya nosokomial infeksi,
karena bayi belum mempunyai system imun yang cukup kuat dan sangat
rentan sekali dengan terjadinya infeksi