BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Beberapa
tahun terakhir, semakin banyak orang yang didiagnosa dokter menderita penyakit
yang diakibatkan oleh peningkatan asam urat didalam darah. Penyakit ini
ditandai dengan linu-linu terutama didaerah persendian tulang, dan tidak jarang
timbul rasa amat nyeri pada penderitanya. Radang sendi tersebut diakibatkan
adanya penumpukan kristal didaerah persendian akibat tingginya kadar asam urat
dalam darah. ( Diah Krisnatuti, 2007 )
Arthritis
pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi
kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi.gout juga suatu istilah yang
dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya
konsentrasi asm urat ( hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun
sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh
yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit
lain atau pemakaian obat tertentu. Ada sejumlah faktor yang agaknya
mempengaruhi timbulnya penyakit gout, termasuk diet, berat badan, dan gaya
hidup. ( Misnadiarly, 2009 )
Arthritis
pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh
dunia. Artitis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam
urat di dalam ekstraseluler. Manifestasi klinis deposisi urat meliputi artitis
gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang, batu asam urat
dan yang jarang adalah gagal ginjal. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout
adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih
dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. ( Edward Stefanus, 2010 )
Gout merupakan penyakit dominan pada
pria dewasa. Sebagai mana yang disampaikan oleh Hipocrates bahwa gout jarang
pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada wanita jarang sebelum menopause.
Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000
pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya
taraf hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok pria Caucasian. ( Edward Stefanus, 2010 )
Di Indonesia belum banyak publikasi
epidemiologi tentang artitis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter
kebangsaan belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artitis
pirai dengan kecacatan dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penilaian lain
mendapatkan bahwa pasien gout yang
berobat rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini
mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study yang
lama di Massachusetts mendapat lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam
urat kurang dari 7 mg/100ml pernah mendapat serangan artitis gout akut. (
Edward Stefanus, 2010 )
1.2 Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan
secara benar dan tepat pada pasien penderita artritis
pirai ( Gout )
2.
Tujuan Umum
a.
Mahasiswa mampu memahami definisi arthritis pirai ( gout )
b.
Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi arthritis pirai ( gout )
c.
Mahasiswa mampu memehami tentang faktor resiko arthritis pirai ( gout )
d.
Mahasiswa mampu
memahami tentang macam-macam arthritis pirai ( gout )
e.
Mahasiswa mampu memehami tentang manifestasi klinis arthritis pirai ( gout )
f.
Mahasiswa mampu memehami tentang patofisiologis arthritis pirai ( gout )
g.
Mahasiswa mampu memehami tentang komplikasi arthritis pirai ( gout )
h.
Mahasiswa mampu memehami tentang manajemen kliet dengan gout
i.
Mahasiswa mampu memehami tentang asuhan keperawatan dengan gout
j.
Mahasiswa mampu memehami tentang pelayanan keperawatan lanjutan pada klien yang menderita gout
1.3 Sistematika
Penulisan
Dalam menyusun makalah ini penulis
membagi atas beberapa bab dan tiap-tiap bab penulis bagi menjadi beberapa
bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
1. Bagian
formalitas, terdiri dari Halaman Judul, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
2. Bagian
isi terdiri dari
BAB
I Pendahuluan, meliputi: Latar
Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB
II Tinjauan Teoritis, meliputi:
Anatomi dan Fisiologi, Definisi, Etiologi, Faktor Resiko, Macam-macam,
Patogenesis, Patofisiologi, Pathway, Manifestasi Klinis dan Komplikasi Arthritis Pirai ( Gout ).
BAB
III Manajemen Klien dengan Gout,
meliputi: Penatalaksanaan Medis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan
Keperawatan Penunjang Medis, dan Manajemen Diet.
BAB
IV Asuhan Keperawatan dengan Gout,
meliputi: Pengkajian Keperawatan, Pengkajian Fisik, Pemeriksaan Diagnostik, Diagnosa
Keperawatan, Intervensi dan Rasional Tindakan, dan Evaluasi Proses Asuhan Keperawatan.
BAB
V Pelayanan Keperawatan
Lanjutan, meliputi: Rencana Keperawatan Lanjutan, Rehabilitasi, Perawatan dan
Tindak Lanjut di Rumah, Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga dan Peranan
Keperawatan dengan Tenaga Kesehatan Lain dalam Pelayanan Kesehatan Klien di
Rumah.
BAB
VI Penutup, meliputi: Kesimpulan,
Saran dan Kata Penutup.
3. Bagian
akhir, berisi daftar pustaka yang digunakan penulis dalam mencari resensi buku.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Sendi
merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik,
juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang
lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis
persendian yang diperantarainya.
Sendi
merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi
tiga tipe, yaitu:
a.
Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago,
antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua
subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
b.
Sendi kartilago dimana ujungnya dibungkus oleh
kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi
menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan
c.
Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang
dapat mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya
dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh.
Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak
membeku, dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan
sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi
sinovial :
1)
Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
2)
Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila
;
3)
Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi
sinkond multi axial ;
4)
Trochoid : rotasi, mono aksis ;
5)
Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi,
sirkumfleksi, multi axis. Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial
pada saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke
tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser
mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Evelyn
Pearce, 2010)
Tulang rawan
merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan
matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam
di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam
tulang rawan, yaitu :
a.
tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada
dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian;
b.
tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam
dan tuba auditiva; dan
c.
tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus
fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban pada sendi
sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang
sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia (Evelyn
Pearce, 2010)
Anatomi-Fisiologi
Sendi
Sebagian
besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi
dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul.
Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk
“meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang
melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan
yang dapat dilakukan,
Rawan sendi
yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk
melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi
menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar
rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula. Matriks
terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
a.
Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan
sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap
tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastic
b.
Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan
sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin
tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim. (Evelyn Pearce, 2010)
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim. (Evelyn Pearce, 2010)
Kebanyakan
orang tahu bahwa asam urat menyebabkan rasa nyeri, kaku, dan kadang-kadang
pembengkakan pada sendi. Tapi, asam urat juga dapat mempengaruhi otot dan
tendon (tempat otot melekat), yang mungkin tidak bengkak tetapi tetap sakit.
2.2
Definisi Artritis Pirai ( Gout )
Berikut
ini pengertian Gout dari beberapa ahli, diantaranya:
a.
Artritis pirai ( Gout ) adalah kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada
jaringan atau akibat supersaturasi asam
urat didalam cairan ekstraselular. ( Edward Stefanus, 2010 )
b.
Gout merupakan kelainan metabolisme
purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan
akibat penimbunan kristal asam urat di sendi.( Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
2004 )
c.
Arthritis pirai atau gout adalah suatu
proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan
sekitar sendi. ( Misnadiarly, 2009 )
d.
Arthritis gout adalah penyakit dimana
terjadi penumpukan asam urat ( uric acid ) dalam tubuh secara berlebihan. (
VitaHealth, 2007 )
2.3
Etiologi Artritis Pirai ( Gout)
Faktor-faktor
yang berpengaruh sebagai penyebab gout adalah:
a.
Faktor keturunan dengan adanya riwayat
gout dalam silsilah keluarga
b.
Meningkatnya kadar asam urat karena diet
tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin lainnya. Purin adalah senyawa
yang akan dirombak menjadi asam urat dalam tubuh
c.
Konsumsi alkohol berlebih, karena
alkohol merupakan salah satu sumber purin yang juga dapat menghambat pembuangan
urin melalui ginjal.
d.
Hambatan dari pembuangan asam urat
karena penyakit tertentu, terutama gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum
cairan dalam jumlah banyak . minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap harinya
membantu pembuangan urat, dan meminimalkan pengendapan urat dalam saluran
kemih.
e.
Penggunaan obat tertentu yang
meningkatkan kadar asam urat, terutama diuretika ( furosemid dan
hidroklorotiazida )
f.
Penggunaan antibiotika berlebihan yang
menyebabkan berkembangnya jamur, bakteri dan virus yang lebih ganas.
g.
Penyakit tertentu dalam darah ( anemia
kronis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolism tubuh, missal berupa
gejala polisitomia dan leukemia.
h.
Faktor lain seperti stress, diet ketat,
cidera sendi, darah tinggi dan olahraga berlebihan.( VitaHealth, 2007 )
2.4
Faktor Resiko Artritis Pirai ( Gout )
Faktor
resiko arthritis pirai antara lain:
a.
Riwayat keluarga atau genetic
b.
Asupan senyawa purin berlebih dalam
makanan
c.
Konsumsi alkohol berlebihan
d.
Berat badan berlebihan ( obesitas )
e.
Hipertensi, penyakit jantung
f.
Obat-obatan tertentu ( terutama
diuretika )
g.
Gangguan fungsi ginjal
h.
Keracunan kehamilan ( preeklampsia ) (
VitaHealth, 2007 )
2.5
Macam-macam Arthritis Pirai ( Gout )
Pembagian
arthritis gout terdiri dari arthritis gout akut, interkritikal gout dan gout
menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan
didapat deposisi progesif kristal urat.
a.
Stadium arthritis gout akut
Radang
sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa, pada saat bangun pagi terasa
sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler
dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala
sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering
pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut,
dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan atau kaki, lutut dan siku.
Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam
beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu.
Faktor
pencetus serangan akut antara lain berupa trauma local, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretic, atau
penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak
dengan alopurinol atau obat urikosurik dapat menebabkan kekambuhan.
b.
Stadium interkritikal
Stadium
ini merupakan kelanjutan dari stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut
namun pada aspirasi sendi ditemukan Kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa
proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat
terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa
serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang
tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai
beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manejemen yang tidak baik, maka
keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan
tofi.
c.
Stadium arthritis gout menahun
Stadium
ini umumnya pada pasien yang melakukan pengobatan sendiri (self medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara
teratur pada dokter. Arthritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak
dan terdapat poliartikular. To fi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan
obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat
dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling
sering pada cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan.
Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit
ginjal menahun.
2.6
Patogenesis Artritis Pirai ( Gout )
Awitan
(onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum,
meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat
serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum
dapat mempresipitasi serangan Gout akut. Pemakaian alkohol berat pada pasien
gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.
Penurunan
urat serum dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium urat dari depositnya
dalam tofi ( crystals shedding ).
Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik Kristal
urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak
pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout seperti juga pseudogout,
dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian didapat 21% pasien gout
dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperature, pH, dan kelarutan urat
untuk timbul seranga gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat
menjelaskan mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut.
Predileksi untuk pengendapan Kristal MSU pada metatarsofalangeal- 1 (MTP-1)
berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
Penelitian
Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat pada ruang sinovia kedalam
plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat cairan
sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari
selanjutnya bila cairan sendi direabsorbsi waktu berbaring, akan terjadi
peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan
(onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat
meninggikan nukleasi urat in vitro
melalui pembentukan dari protonated solid
phases. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam urat,
biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan
pengukuran pH serta kapasitas buffer
pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini
menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi
pembentukan Kristal MSU sendi.
Peradangan
atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama pada gout
akut. Reaksi inni merupakan reaksi
pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen
penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah:
a.
Menetralisir dan menghancurkan agen
penyebab;
b.
Mencegah perluasan agen penyebab
kejaringan yang lebih luas.
Peradangan
pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu Kristal
monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara
pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran
berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara
lain aktivitas komplemen (C) dan selular. ( Edward Stefanus, 2010 )
2.7
Patofisiologi arthritis pirai ( Gout )
Banyak faktor yang berperan dalam
mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah
kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung
melalui beberapa fase secara berurutan.
a.
Presipitasi
kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat
terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl.
Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya
bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan
dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang
netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
b.
Respon
leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan
faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan
terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
c.
Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit
membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu
dan membram leukositik lisosom.
d.
Kerusakan
lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah
selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukan kristal
membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan
enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.
e.
Kerusakan
sel
Setelah terjadi kerusakan sel,
enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan
kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.
( Khaidir Muhaj, 2010 )
2.8
Pathway Artritis Pirai ( Gout )
Terlampir
2.9
Manifestasi Klinik Artritis Pirai ( Gout
)
Tanda
dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang
sendi pada saat tengah malam, biasanya pada ibu jari kaki ( sendi
metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal )
b.
Jumlah sendi yang meradang kurang dari
empat ( oligoartritis ) dan serangannya pada satu sisi ( unilateral )
c.
Kulit berwarna kemerahan, terasa panas,
bengkak, dan sangat nyeri
d.
Pembengkakan sendi umumnya terjadi
secara asimetris ( satu sisi tubuh )
e.
Demam, dengan suhu tubuh 38,30C
atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari walau telah dilakukan perawatan
f.
Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah
berwarna merah atau gusi berdarah
g.
Bengkak pada kaki dan peningkatan berat
badan yang tiba-tiba
h.
Diare atau muntah. ( VitaHealth, 2007 )
2.10Komplikasi Pasien
dengan Artritis Pirai ( Gout )
Komplikasi
yang muncul akibat arthritis pirai antara lain:
a.
Gout kronik bertophus
Merupakan serangan gout yang
disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar sendi yang sering meradang. Tofi
adalah timbunan kristal monosodium urat di sekitar persendian seperti di tulang
rawan sendi, sinovial, bursa atau tendon. Tofi bisa juga ditemukan di jaringan
lunak dan otot jantung, katub mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.
b.
Nefropati gout kronik
Penyakit tersering yang ditimbulkan
karena hiperurisemia. terjadi akibat dari pengendapan kristal asam urat dalam
tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat
dan merusak glomerulus.
c.
Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)
Terjadi pembentukan massa keras
seperti batu di dalam ginjal, bisa menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan
aliran kemih atau infeksi. Air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat
membentuk batu seperti kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran
magnesium, ammonium, fosfat).
d.
Persendian
menjadi rusak hingga menyebabkan pincang
e.
Peradangan
tulang, kerusakan ligament dan tendon
f.
Batu
ginjal ( kencing batu ) serta gagal ginjal ( Emir Afif, 2010 )
BAB III
MANAJEMEN KLIEN DENGAN GOUT
3.1
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan
dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi lain
misalnya pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akan bertujuan menghilangkan
keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obatan, antara lain:
a.
Kolkisin
1)
Indikasi
: penyakit gout (spesifik)
2)
Mekanisme
kerja : Menghambat migrasi granulosit ke tempat radang menyebabkan mediator
berkurang dan selanjutnya mengurangi peradangan. Kolkisin juga menghambat
pelepasan glikoprotein dari leukosit yang merupakan penyebab terjadinya nyeri
dan radang sendi pada gout.
3)
Dosis
: 0,5 – 0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dan diikuti 0,5 –
0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau mulai timbul gejala
saluran cerna, misalnya muntah dan diare. Dapat diberikan dosis maksimum
sampai 7 – 8 mg tetapi tidak melebihi 7,5 mg dalam waktu 24 jam. Untuk
profilaksis diberikan 0,5 – 1,0 mg sehari.
4)
Pemberian
IV : 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12 – 24 jam dan tidak melebihi 4 mg
dengan satu regimen pengobatan. Indikasi pemberian secara intravena :terjadi
komplikasi saluran cerna, serangan akut pada pasca operatif, bila pemberian
oral pasca akut tidak menunjukkan perubahan positif.
5)
Efek
samping : muntah, mual, diare dan pengobatan harus dihentikan bila efek samping
ini terjadi walaupun belum mencapai efek terapi. Bila terjadi ekstravasasi
dapat menimbulkan peradangan dan nekrosis kulit dan jaringan lemak. Pada
keracunan kolkisin yang berat terjadi koagulasi intravascular diseminata.
b.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
1)
Indometasin
a)
Indikasi
: penyakit arthritis reumatid, gout, dan sejenisnya.
b)
Mekanisme
kerja : efektif dalam pengobatan penyakit arthritis reumatid dan sejenisnya
karena memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik-antipiretik yang sebanding
dengan aspirin. Indometasin dapat menghambat motilitas leukosit
polimorfonuklear (PMN). Absorpsi indometasi cukup baik dengan pemberian oral
dengan 92 – 99% terikat pada protein plasma. Metabolismenya terjadi di hati dan
diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit lewat urin dan hempedu. Waktu parah
plasma kira-kira 2 – 4 jam.
c)
Dosis
: 2 – 4 kali 25 mg sehari
d)
Kontra
indikasi : anak, wanita hamil, pasien gangguan psikiatri, pasien dengan
penyakit lambung
e)
Efek
samping : amat toksik sehingga dapat menyebabkan nyeri abdomen, diare,
pendarahan lambung, pancreatitis, sakit kepala yang hebat disertai pusing,
depresi, rasa bingung, halusinasi, psikosis, agranulositosis, anemia aplastik,
trombositopena, hiperkalemia, alergi
2)
Fenilbutazon
a)
Dosis
: bergantung pada beratnya serangan. Pada serangan berat : 3 x 200 mg selama 24
jam pertama, kemudian dosis dikurangi menjadi 500 mg sehari pada hari kedua,
400 mg pada hari ketiga, selanjutnya 100 mg sehari sampai sembuh.
Pemberian secara suntikan adalah 600
mg dosis tunggal. Pemberian secara ini biasanya untuk penderita dioperasi.
3)
Kortikosteroid
a)
Indikasi
: penderita dengan arthritis gout yang recurrent, bila tidak ada perbaikan
dengan obat-obat lain, dan pada penderita intoleran terhadap obat lain.
b)
Dosis
: 0,5 mg pada pemberian intramuscular. Pada kasus resisten, dosis dinaikkan
antara 0,75 – 1,0 mg dan kemudian diturunkkan secara bertahap samapi 0,1 mg.
Efek obat jelas tampak dalam 3 hari pengobatan.
c.
Golongan
urikosurik; untuk menurunkan kadar asam urat
1)
Allopurinol
a)
Penggunaan
jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan
tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Dapat juga digunakan
untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia myeloid,
leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi.
b)
Mekanisme
kerja : menghambat xantin oksidase agar hipoxantin tidak dikonversi
menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Mengalami biotransformasi
oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang mempunyai masa paruh yang
lebih panjang.
c)
Efek
allopurinol dilawan oleh salisilat, berkurang pada insufficient ginjal, dan
tidak menyebabkan batu ginjal.
d)
Dosis
:
Ø pirai ringan : 200 – 400 mg sehari
Ø pirai berat : 400 – 600 mg sehari
Ø Pasien dengan gangguan fungsi ginjal
: 100 – 200 mg sehari
Ø Anak (6 – 10 tahun) : 300 mg sehari
2)
Probenesid
a)
Indikasi
: penyakit gout stadium menahun, hiperurisemia sekunder
b)
Mekanisme
kerja : mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada
penyakit gout, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenasid tidak
efektif bila laju filtrasi glomerulus.
c)
Dosis
: 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg/hari.
d)
Kontra
indikasi : adanya riwayat batu ginjal, penderita dengan jumlah urin yang
berkurang, hipersensitivitas terhadap probenesid.
e)
Efek
samping : gangguan saluran cerna yang lebih ringan, nyeri kepala, reaksi
alergi.
3)
Sulfipirazon
a)
Mekanisme
kerja : mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit
pirai kronik, berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif
untuk menurunkan asam urat dan tidak efektif untuk mengatasi serangan pirai
akut, meningkatkan frekuensi serangan pada fase akut.
b)
Dosis
: 2 x 100 – 200 mg sehari, ditingkatkan sampai 400 – 800 mg kemudian dikurangi
sampai dosis efektif minimal
c)
Kontra
indikasi : pasien dengan riwayat ulkus peptic
d)
Efek
samping : gangguan cerna yang berat, anemia, leukopenia, agranulositosis (Emir
Afif, 2010 )
3.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang digunakan pada kasus gout antara lain:
a.
Pemeriksaan
Radiologi
1)
Foto Konvensional (X-Ray)
a)
ditemukan
pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus) berbentuk seperti topi
terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.
b)
tampak
pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.
c)
peradangan
dan efusi sendi.
b.
Pemeriksaan
laboratorium
1)
Asam Urat (Serum)
a)
dijalankan
untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.
b)
3-5
ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup merah. Diusahakan
supaya tidak terjadi hemolisis.
c)
elakkan
dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal, otak, jantung),
remis, sarden selama 34 jam sebelum uji dilakukan.
d)
nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL,
Perempuan Dewasa : 2,8 – 6,8 mg/dL
e)
peningkatan
kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout, alkoholisme, leukimia,
limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung kongestif, stress, gagal
ginjal, pengaruh obat : asam askorbat, diuretic, tiazid, levodopa, furosemid,
fenotiazin, 6-merkaptopurin, teofilin, salisilat.
2)
Asam Urat (Urine 24 jam)
a)
Untuk
mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau penyakit ginjal.
b)
sampel
urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan pengawet dan didinginkan.
c)
pengambilan
diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan selama penampungan.
d)
tidak
terdapat pembatasan minuman.
e)
nilai
normal :250 – 750 mg/24 jam
f)
Peningkatan
terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia, sindrom Fanconi, terapi
sinar–X, penyakit demam, hepattis virus, pengaruh obat: kortikosteroid, agens
sitotoksik (pengobatan kanker), probenesid (Benemid), salisilat (dosis tinggi).
g)
Kadar
pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi pada pH urine
rendah (asam).
c.
Pemeriksaan cairan sendi
1)
Tes
makroskopik
a)
Warna dan kejernihan
Ø Normal : tidak berwarna dan jernih
Ø Seperti susu : gout
Ø Kuning keruh : inflamasi spesifik
dan nonspesifik karena leukositosis
Ø Kuning jernih : arthritis reumatoid
ringan, osteo arthritis
b)
Bekuan
Ø Normal : tidak ada bekuan
Ø Jika terdapat bekuan menunjukkan
adanya peradangan. Makin besar bekuan makin berat peradangan
c)
Viskositas
Ø Normal : viskositas tinggi
(panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)
Ø Menurun (kurang dari 4 cm :
inflamatorik akut dan septik)
Ø Bervariasi : hemoragik
d)
Tes mucin
Ø Normal : terlihat stu bekuan kenyal
dalam cairan jernih
Ø Mucin sedang : bekuan kurang kuat
dan tidak ada batas tegas : rheumatoid arthritis
Ø Mucin jelek : bekuan
berkeping-keping : infeksi
2)
Tes
mikroskopik
a)
Jumlah leukosit
Ø Jumlah normal leukosit : kurang
200/mm3
Ø 200
– 500/mm3 → penyakit non inflamatorik
Ø 2000
– 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis gout,
arthritis reumatoid
Ø 20
000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi). Contoh : arthritis
TB, arthritis gonore
Ø 200
– 1000/mm3 → kelompok hemoragik
b)
Hitung jenis
sel
Ø Jumlah normal neutrofil : kurang
dari 25%
Ø Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik:
Arthritis gout akut : rata-rata 83%
Ø Faktor rematoid : rata-rata 46%, Artrhritis
rematoid : rata-rata 65%
c)
Kristal-kristal
Ø Normal : tidak ditemukan kristal
dalam cairan sendi
Ø Arthritis gout : ditemukan kristal
monosodium urat (MSU) berbentuk jarum memiliki sifat birefringen ketika
disinari cahaya polarisasi
Ø Arthritis rematoid : ditemukan kristal
kolestrol
d.
Tes
kimia
1)
Tes glukosa
Ø Normal : perbedaan antara glukosa
serum dan cairan sendi adalah kurang dari 10mg%
Ø Pada kelompok inflammatorik :
Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
Ø Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
2)
Laktat Dehidrogenase
Ø Normal : 100 – 190 IU/l, 70 – 250
U/l
Ø Meningkat : rematoid arthritis,
gout, arthritis karena infeksi
3)
Tes
mikrobiologi
Ø untuk kelainan sendi yang disebabkan
infeksi
Ø hasil negatif pada kultur bakteri
cairan sendi ( Joyce
LeFever, 2008 )
3.3
Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang
Medis
a.
Memberikan kompres hangat pada pasien
yang mengalami serangan arthritis gout
b.
Melaksanakan dan mengajarkan teknik
managemen nyeri non farmakologis dengan nafas dalam dan distraksi ( pengalihan
)
c. Menjelaskan dan memantau pembatasan
gerak dan aktivitas fisik berat bagi pasien agar radang sendi tidak bertambah
kronik.
3.4
Manajemen Diet
Tujuan
utama diet adalah menurunkan kadar asam urat darah dan juga agar berat badan
tidak melebihi ukuran ideal yang disarankan. Diet yang dianjurkan bagi
penderita arthritis gout antara lain:
a.
Menghindari makanan berlemak kaya purin
tinggi
1)
Purin Tinggi (100 – 1000 mg purin dalam
100 gr bahan ) sebaiknya dihindari : otak, hati, ginjal, jeroan, ekstrak
daging, bebek, ikan sardin, makarel dan
kerang.
2)
Purin sedang (900 – 100 mg purin dalam
100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi : daging, ikan, unggas, ayam, udang, kepiting
atau rajungan, tahu, tempe, kacang kering, bayam, asparagus, daun singkong,
kangkung, daun dan biji mlinjo
3)
Purin rendah ( dibawah 50 mg purin dalam
100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi: gula, telur, dan susu.
b.
Perbanyak minum air, 8 sampai 10 gelas
setiap hari untuk memperlancar pembuangan asam urat melalui ginjal. Hindari
minuman yang mengandung alkohol, kopi, bir karena banyak mengandung senyawa
purin yang dapat memperberat fungsi ginjal.
c.
Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung
asam lemak omega-3 dan omega-6, misalnya flax seed oil dan minyak ikan ( fish
oil ), yang dapat mengurangi radang dan mencegah serangan berikutnya.
d.
Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang
berfungsi menurunkan tingkat keasaman tubuh, sehingga baik untuk mencegah
peningkatan kadar asam urat. Buah yang mengandung vitamin C dan bioflavonoid
dapat mencegah radang, seperti: jeruk, stroberi, tomat, paprika hijau dan
sayuran berdaun hijau, terutama buah ceri yang merupakan nutrisi penyembuh dan
pengurang kadar asam urat. Selain itu konsumsi sayuran seperti: wortel, bayam,
piterseli, seledri juga dapat menurunkan kadar asam urat. ( VitaHealth, 2007 )
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GOUT
4.1
Pengkajian Keperawatan
Penyakit sistem
muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai nyeri (khususnya pada sendi),
deformitas, pembengkakan, mobilitas berkurang, fungsi menurun (misalnya tak
dapat berjalan), gambaran sistemik seperti ruam atau demam.
a.
Identitas Pasien
Tanggal
wawancara, tanggal masuk rumah sakit, nomor identitas klien di rumah
sakit, nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat dan penanggung jawab.
b.
Keluhan utama
Misalnya:
nyeri pada daerah persendian
c.
Riwayat kesehatan sekarang
d.
Riwayat kesehatan dahulu
Adakah
riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumya?
Pernahkah
pasien menjalani operasi seperti penggantian sendi?
e.
Pengkajian pola fungsional
1)
Tinggi badan, berat badan, postur tubuh,
dan gaya berjalan memberikan data dasar yang dapat mengindikasikan adanya
kerusakan otot, obesitas atau edema.
2)
Aktivitas dan pola istirahat
3)
Pengkajian diet termasuk asupan kalsium
dan vitamin D. Obesitas dan malnutrisi dapat mempengaruhi mobilitas dan
kekuatan otot
4)
Kemampuan mobilitas, kekuatan, dan
keseimbangan klien
5)
Pertanyaan spesifik tentang praktik
keamanan klien ketika mereka berhubungan dengan lingkungan pekerjaan,
pengaturan tempat tinggal, keamanan dari berbagai bahaya dan alat bantu untuk
menjamin keamanaan dirumah, rekreasi, dan olah raga harus diminta pada klien
untuk mengidentifikasi masalah dan mengarahkan pendidikan kesehatan klien.
f.
Obat-obatan
Tanyakan
pada pasien mengenai obat-obatan yang digunakan saat terjadi serangan gout.
Misalnya penggunaan analgesic, OAINS, kortikosteroid, imunosupresan lain,
penisilamin, dan klorokuin
g.
Riwayat sosial
4.2
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik berdasarkan
pengkajin fungsi muskuloskeletal dapat menunjukan:
a.
Ukuran
sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
b.
Tofu
dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
c.
Laporan
episode serangan gout.
4.3
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostic pada penderita arthritis pirai antara lain:
a. Kadar asam
urat serum meningkat.
b. Laju
sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
c. Kadar asam
urat urine dapat normal atau meningkat.
d. Analisis
cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan kristal urat
monosodium yang membuat diagnosis.
e. Sinar X
sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi. ( Elizabeth
J Corwin: 2009 )
4.4
Diagnosa Keperawatan
Diagnose
keperawatan yang muncul pada kasus arthritis pirai antara lain:
a.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
integritas jaringan sekunder
b.
Hypertermia berhubungan dengan proses
inflamasi dan kerusakan jaringan
c.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
d.
Gangguan body image berhubungan dengan
pembengkakan
4.5
Intervensi dan Rasional Tindakan
a. Nyeri behubungan dengan kerusakan
integritas jaringan sekunder
Kriteria hasil :
1) Pasien melaporkan adanya penurunan
rasa nyeri
2) Pasien tau dan mau melakukan tekhnik
manajemen nyeri non farmakologis
3) Pasien tampak rileks
Intervensi
:
1)
Kaji
keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor
yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit yang nonverbal.
Rasional: Membantu dalam
mengendalikan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2)
Berikan
posisi yang nyaman, sendi yang nyeri (kaki) diistirahatkan dan diberikan
bantalan.
Rasional: Istirahat dapat menurunkan
metabolisme setempat dan mengurangi pergerakan pada sendi yang sakit.
3)
Berikan
kompres hangat
Rasional: mengurangi derajat nyeri
4)
Cegah
agar tidak terjadi iritasi pada tofi, misal menghindari penggunaan sepatu yang
sempit, terantuk benda yang keras
Rasional: Bila terjadi iriitasi maka
akan semakin nyeri. Bila terjadi luka akibat tofi yang pecah maka rawatlah
sucara steril dan juga perawatan drain yang dipasang pada luka.
5)
Ajarkan
penggunaan tehnik manajemen nyeri, misalnya relaksasi progresif, sentuhan
terapeutik, dan pengendalian nafas.
Rasional: Meningkatkan relaksasi,
memberikan kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
6)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat-obatan analgetik seperti colchille,
Allopurinol (Zyloprin)
Rasional: menurunkan kristal asam
urat yang mempunyai efek samping, nausea, vomitus, diare, oliguri,
hematuri.Allopurinol menghambat asam urat.
b. Hipertermia berhubungan dengan
proses inflamasi dan kerusakan jaringan.
kriteria
hasil: suhu tubuh dalam rentang normal
intervensi:
1)
Monitor
suhu sesering mungkin
Rasional: untuk mengetahui
perkembangan pasien
2)
Monitor
warna dan suhu kulit
Rasional: untuk mengetahui derajat
keparahan dan peningkatan suhu sehingga dapat dijadikan patokan dalam pemberian
obbat-obatan.
3)
Berikan
antipiretik
Rasional: untuk meredakan demam
4)
Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Rasional: dapat menurunkan derajat
demam
5)
Berikan cairan intravena
Rasional:
untuk mengganti cairan yang hilang dari tubuh secara berlebih
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri persendian
kriteria hasil:
1)
Pasien
melaporkan adanya peningkatan aktivitas
2)
pasien
mampu beraktivitas sesuai kemampuannya
3)
pasien tidak hanya bedrest
Intervensi:
1)
Kaji tingkat inflamasi atau rasa sakit
pada sendi.
Rasional:
Tingkat aktifitas / latihan
tergantung dari perkembangan atau resolusi dan proses inflamasi.
2)
Ajarkan pada klien untuk latihan ROM
pada sendi yang terkena gout jika memungkinkan
Rasional:
Meningkatkan atau mempertahankan
fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat
menimbulkan kakakuan sendi dan aktifitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
3)
Pertahankan istirahat tirah baring/duduk
jika diperlukan. Jadwal aktifitas untuk memberikan periode istirahat yang terus
menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional:
Istirahat yang sistemik selama
eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan, mempertahankan kekuatan.
4)
Lakukan ambulasi dengan bantuan misal
dengan menggunakan tongkat dan berikan lingkungan yang aman misalnya
menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet.
Rasional:
Menghindari cedera akibat kecelakaan
atau jatuh.
5)
Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
Rasional:
Berguna dalam memformulasikan
program latihan/aktifitas yang berdasarkan pada kebutuhan, individual dan dalam
mengidentifikasi mobilisasi.
d. Gangguan
body image berhubungan dengan pembengkakan
Kriteria
hasil:
1)
Klien dapat menghargai situasi dengan
cara realistis tanpa penyimpangan.
2)
Klien dapat mengungkapkan dan
mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat penerimaan klien.
Rasional: untuk mengetahui tingkat ansietas yang
dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
2)
Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan
yang dialaminya.
Rasional: membantu pasien atau orang terdekat untuk
memulai menerima perubahan.
3)
Catat jika ada tingkah laku yang
menyimpang.
Rasional:
kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu
individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
4)
Jelaskan perubahan yang terjadi
berhubungan dengan penyakit yang dialami.
Rasional:
memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien atau orang
terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
5)
Berikan kesempatan klien untuk
menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Rasional:
menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.
4.6
Evaluasi Proses Asuhan Keperawatan
Evaluasi
setelah dilakukan asuhan keperawatan gout antara lain:
a.
Tidak terjadi komplikasi
b.
Nyeri terkontrol
c.
Tidak terjadi efek samping akibat
obat-obatan yang digunakan
d.
Pasien dapat memahami jadwal pengobatan
dan perawatan di rumah
BAB V
PELAYANAN KEPERAWATAN
LANJUTAN
5.1
Rencana Keperawatan Lanjutan
Tindakan
keperawatan lanjutan yang dapat dilakukan antara lain:
a.
Memantau pola makan pasien, hindari
makanan yang mengandung purin dan banyak minum air putih
b.
Menganjurkan pasien untuk melakukan
kompres hangat bila nyeri kambuh
c.
Menganjurkan pasien untuk menghindari minuman
yang mengandung kafein, alcohol dan obat diuretic.
5.2
Rehabilitasi, Perawatan dan Tindak
Lanjut di Rumah
Perawatan
yang dapat dilakukan dirumah antara lain:
a.
Anjurkan pasien minum banyak air putih
b.
Hindari klien mengkonsumsi makanan kaya
purin
c.
Kompres hangat bila terjadi serangan
5.3
Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga
Pendidikan
kesehatan yang dapat diberikan pada pasien dan keuarga antara lain:
a.
Penyuluhan
kepada pasien agar tidak mengomsumsi makanan yang mengandung sedang atau tinggi
purin.
b.
Menjelaskan
kepada pasien yang minum alkohol untuk mengurangi asupan alkohol. Etanol menyebabkan
retensi urat pada ginjal.
c. Menjelaskan pembatasan gerak dan
aktivitas fisik berat bagi pasien agar radang sendi tidak bertambah kronik.
d.
Memberikan
penjelasan pada penderita hiperurisemia dengan hipertensi tidak dianjurkan
memakai obat golongan tiazid, asetosal dosis rendah dan fenilbutazon karena
dapat menyebabkan kenaikan asam urat darah.
5.4
Kebutuhan Emosional Klien dan Keluarga
Keluarga
dan klien hendaknya tidak perlu cemas karena penyakit gout dapat diobati
meskipun tidak bisa sembuh dengan total. Pantau konsumsi makanan klien dan
anjurkan klien minum banyak air putih untuk mengeluarkan asam urat yang
tertimbun dalam ginjal.
5.5
Peranan Keperawatan dengan Tenaga Kesehatan
Lain dalam Pelayanan Kesehatan Klien di Rumah
a.
Sebagai edukator
Memberikan
informasi yang jelas tentang penyakit dan pengobatan pada klien yang mengalami
penyakit arthritis pirai.
b.
Sebagai motivator
Memberikan
motivasi pada klien agar tidak terlalu cemas, tenang dan tidak terlalu
menghawatirkan penyakitnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Artritis
pirai ( Gout ) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular. Riwayat
keluarga atau genetic, asupan senyawa purin berlebih dalam makanan, konsumsi
alkohol berlebihan, berat badan berlebihan ( obesitas ), hipertensi, penyakit
jantung, obat-obatan tertentu ( terutama diuretika ), gangguan fungsi ginjal
serta keracunan kehamilan dapat menjadi faktor resiko dari arthritis pirai.
Tanda dan gejala dari arthritis pirai antara lain nyeri
hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam pada ibu jari kaki
( sendi metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal ), kulit
berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri, demam, dengan suhu
tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari walau
telah dilakukan perawatan, ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah
atau gusi berdarah, bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba.
Penatalaksanaan
dari gout antara lain memberikan obat-obatan, antara lain kolkisin, obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormone ACTH untuk
mengurangi nyeri sendi dan peradangan. Kompres hangat, menghindari makanan kaya
purin, olahraga teratur da menghindari penggunaan alkohol dan obat diuretic
berlebih juga dapat dilakukan untuk mengurangi dan menghindari penumpukan asam
urat yang dapat memicu penyakit gout.
6.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa
saran, diantaranya:
a.
Penderita gout sebaiknya mengurangi
konsumsi makanan kaya purin untuk mencegah terjadinya penumpukan asam urat
dalam tubuh.
b.
Lakukan tindakan kompres hangat sebagai
langkah awal mengurangi pembengkakan dan nyeri saat terjadi serangan gout.
c.
Perbanyak minum air putih untuk
mengeluarkan endapan asam urat pada saluran kencing, hindari konsumsi alkohol
dan lakukan olahraga secara teratur.
6.3
Kata Penutup
Alhamdulillah makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Afif,
Emir. 2010. “ Makalah Penyakit Gout ”, ( Online ), ( http://x-emriust89.blogspot.com
/2010/03/makalah-penyakit-gout.html, diakses pada tanggal
2 Mei 2013 )
Corwin, Elizabeth J.2009. Buku
Saku Patofisiologi, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Kee,
Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan
Diagnostik, Edisi 6 Cetakan I. Jakarta: EGC.
Misnadiarly.
2009. Rematik, Asam Urat, Hiperurisemia,
dan Arthritis Gout. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Muhaj, Khaidir. 2010. “ Askep
Arthritis Pirai Gout ”, ( Online ), ( http://khaidirmuhaj.
blogspot.com/2010/08/askep-artritis-pirai-gout.html, diakses pada 2 Mei 2013 )
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Internapublishing.
Pranaji,
Diah Krisnatuti, dkk. 2007. Perencanaan
Menu untuk Penderita Asam Urat. Jakarta: Niaga Swadaya.
Syamsuhidayat dan Wim de Jong. 2004.
Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Tim Redaksi VitaHealth. 2007. Asam Urat, Informasi Lengkap untuk Penderita
dan Keluarganya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.