Wednesday, May 15, 2013

ASKEP GOUT ( ARTITIS PIRAI )


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang yang didiagnosa dokter menderita penyakit yang diakibatkan oleh peningkatan asam urat didalam darah. Penyakit ini ditandai dengan linu-linu terutama didaerah persendian tulang, dan tidak jarang timbul rasa amat nyeri pada penderitanya. Radang sendi tersebut diakibatkan adanya penumpukan kristal didaerah persendian akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. ( Diah Krisnatuti, 2007 )
Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi.gout juga suatu istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi asm urat ( hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu. Ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit gout, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup. ( Misnadiarly, 2009 )
Arthritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh dunia. Artitis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam ekstraseluler. Manifestasi klinis deposisi urat meliputi artitis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang, batu asam urat dan yang jarang adalah gagal ginjal. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. ( Edward Stefanus, 2010 )
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagai mana yang disampaikan oleh Hipocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada wanita jarang sebelum menopause. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup. Prevalensi diantara pria African American lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pria Caucasian. ( Edward Stefanus, 2010 )
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artitis pirai (AP). Pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artitis pirai dengan kecacatan dari suatu daerah di Jawa Tengah. Penilaian lain mendapatkan bahwa  pasien gout yang berobat rata-rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun. Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang mengobati sendiri. Satu study yang lama di Massachusetts mendapat lebih dari 1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7 mg/100ml pernah mendapat serangan artitis gout akut. ( Edward Stefanus, 2010 )

1.2  Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara benar dan tepat pada pasien penderita artritis pirai ( Gout )
2.    Tujuan Umum
a.       Mahasiswa mampu memahami definisi arthritis pirai ( gout )
b.      Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi arthritis pirai ( gout )
c.       Mahasiswa mampu memehami tentang faktor resiko arthritis pirai ( gout )
d.      Mahasiswa mampu memahami tentang macam-macam arthritis pirai ( gout )
e.       Mahasiswa mampu memehami tentang manifestasi klinis arthritis pirai ( gout )
f.       Mahasiswa mampu memehami tentang patofisiologis arthritis pirai ( gout )
g.      Mahasiswa mampu memehami tentang komplikasi arthritis pirai ( gout )
h.      Mahasiswa mampu memehami tentang manajemen kliet dengan gout
i.        Mahasiswa mampu memehami tentang asuhan keperawatan dengan gout
j.        Mahasiswa mampu memehami tentang pelayanan keperawatan lanjutan pada klien yang menderita gout

1.3  Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini penulis membagi atas beberapa bab dan tiap-tiap bab penulis bagi menjadi beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
1.      Bagian formalitas, terdiri dari Halaman Judul, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
2.      Bagian isi terdiri dari
BAB I             Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II            Tinjauan Teoritis, meliputi: Anatomi dan Fisiologi, Definisi, Etiologi, Faktor Resiko, Macam-macam, Patogenesis, Patofisiologi, Pathway, Manifestasi Klinis dan  Komplikasi Arthritis Pirai ( Gout ).
BAB III          Manajemen Klien dengan Gout, meliputi: Penatalaksanaan Medis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis, dan Manajemen Diet.
BAB IV          Asuhan Keperawatan dengan Gout, meliputi: Pengkajian Keperawatan, Pengkajian Fisik, Pemeriksaan Diagnostik, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasional Tindakan, dan Evaluasi Proses Asuhan Keperawatan.
BAB V            Pelayanan Keperawatan Lanjutan, meliputi: Rencana Keperawatan Lanjutan, Rehabilitasi, Perawatan dan Tindak Lanjut di Rumah, Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga dan Peranan Keperawatan dengan Tenaga Kesehatan Lain dalam Pelayanan Kesehatan Klien di Rumah.
BAB VI          Penutup, meliputi: Kesimpulan, Saran dan Kata Penutup.
3.      Bagian akhir, berisi daftar pustaka yang digunakan penulis dalam mencari resensi buku.











BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1    Anatomi dan Fisiologi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
a.    Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
b.    Sendi kartilago dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan
c.    Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
1)      Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
2)      Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
3)      Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ;
4)      Trochoid : rotasi, mono aksis ;
5)      Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis. Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Evelyn Pearce, 2010)
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu :
a.    tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian;
b.    tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan
c.    tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia (Evelyn Pearce, 2010)
Anatomi-Fisiologi Sendi
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan,
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula. Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
a.    Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastic
b.    Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim. (Evelyn Pearce, 2010)
Kebanyakan orang tahu bahwa asam urat menyebabkan rasa nyeri, kaku, dan kadang-kadang pembengkakan pada sendi. Tapi, asam urat juga dapat mempengaruhi otot dan tendon (tempat otot melekat), yang mungkin tidak bengkak tetapi tetap sakit.

2.2    Definisi Artritis Pirai ( Gout )
Berikut ini pengertian Gout dari beberapa ahli, diantaranya:
a.    Artritis pirai ( Gout ) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam  urat didalam cairan ekstraselular. ( Edward Stefanus, 2010 )
b.    Gout merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi.( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 2004 )
c.    Arthritis pirai atau gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. ( Misnadiarly, 2009 )
d.   Arthritis gout adalah penyakit dimana terjadi penumpukan asam urat ( uric acid ) dalam tubuh secara berlebihan. ( VitaHealth, 2007 )

2.3    Etiologi Artritis Pirai ( Gout)
Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab gout adalah:
a.       Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga
b.      Meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin lainnya. Purin adalah senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat dalam tubuh
c.       Konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu sumber purin yang juga dapat menghambat pembuangan urin melalui ginjal.
d.      Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu, terutama gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum cairan dalam jumlah banyak . minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap harinya membantu pembuangan urat, dan meminimalkan pengendapan urat dalam saluran kemih.
e.       Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat, terutama diuretika ( furosemid dan hidroklorotiazida )
f.       Penggunaan antibiotika berlebihan yang menyebabkan berkembangnya jamur, bakteri dan virus yang lebih ganas.
g.      Penyakit tertentu dalam darah ( anemia kronis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolism tubuh, missal berupa gejala polisitomia dan leukemia.
h.      Faktor lain seperti stress, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan olahraga berlebihan.( VitaHealth, 2007 )

2.4    Faktor Resiko Artritis Pirai ( Gout )
Faktor resiko arthritis pirai antara lain:
a.       Riwayat keluarga atau genetic
b.      Asupan senyawa purin berlebih dalam makanan
c.       Konsumsi alkohol berlebihan
d.      Berat badan berlebihan ( obesitas )
e.       Hipertensi, penyakit jantung
f.       Obat-obatan tertentu ( terutama diuretika )
g.      Gangguan fungsi ginjal
h.      Keracunan kehamilan ( preeklampsia ) ( VitaHealth, 2007 )

2.5    Macam-macam Arthritis Pirai ( Gout )
Pembagian arthritis gout terdiri dari arthritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat deposisi progesif kristal urat.
a.    Stadium arthritis gout akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan atau kaki, lutut dan siku. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma local, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretic, atau penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol atau obat urikosurik dapat menebabkan kekambuhan.
b.    Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan dari stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut namun pada aspirasi sendi ditemukan Kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Manejemen yang tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan tofi.
c.    Stadium arthritis gout menahun
Stadium ini umumnya pada pasien yang melakukan pengobatan sendiri (self medication) sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Arthritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. To fi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.

2.6    Patogenesis Artritis Pirai ( Gout )
Awitan (onset) serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang mendapat serangan. Pengobatan dini dengan alopurinol yang menurunkan kadar urat serum dapat mempresipitasi serangan Gout akut. Pemakaian alkohol berat pada pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi ( crystals shedding ). Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik Kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout seperti juga pseudogout, dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperature, pH, dan kelarutan urat untuk timbul seranga gout akut. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan Kristal MSU pada metatarsofalangeal- 1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
Penelitian Simkin didapatkan kecepatan difusi molekul urat pada ruang sinovia kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi direabsorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalui pembentukan dari protonated solid phases. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi pembentukan Kristal MSU sendi.
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama pada gout akut.  Reaksi inni merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi adalah:
a.    Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab;
b.    Mencegah perluasan agen penyebab kejaringan yang lebih luas.
Peradangan pada arthritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan selular. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen (C) dan selular. ( Edward Stefanus, 2010 )

2.7    Patofisiologi arthritis pirai ( Gout )
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.
a.    Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
b.    Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
c.    Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.
d.   Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.
e.    Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.
( Khaidir Muhaj, 2010 )

2.8    Pathway Artritis Pirai ( Gout )
Terlampir

2.9    Manifestasi Klinik Artritis Pirai ( Gout )
Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:
a.       Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam, biasanya pada ibu jari kaki ( sendi metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal )
b.      Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat ( oligoartritis ) dan serangannya pada satu sisi ( unilateral )
c.       Kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri
d.      Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara asimetris ( satu sisi tubuh )
e.       Demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari walau telah dilakukan perawatan
f.       Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah
g.      Bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba
h.      Diare atau muntah. ( VitaHealth, 2007 )

2.10Komplikasi Pasien dengan Artritis Pirai ( Gout )
Komplikasi yang muncul akibat arthritis pirai antara lain:
a.    Gout kronik bertophus
Merupakan serangan gout yang disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar sendi yang sering meradang. Tofi adalah timbunan kristal monosodium urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan sendi, sinovial, bursa atau tendon. Tofi bisa juga ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.
b.    Nefropati gout kronik
Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia. terjadi akibat dari pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal. Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak glomerulus.
c.    Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)
Terjadi pembentukan massa keras seperti batu di dalam ginjal, bisa menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu seperti kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran magnesium, ammonium, fosfat).
d.      Persendian menjadi rusak hingga menyebabkan pincang
e.       Peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon
f.       Batu ginjal ( kencing batu ) serta gagal ginjal ( Emir Afif, 2010 )

BAB III
MANAJEMEN KLIEN DENGAN GOUT

3.1    Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi atau komplikasi lain misalnya pada ginjal. Pengobatan arthritis gout akan bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obatan, antara lain:
a.    Kolkisin
1)      Indikasi : penyakit gout (spesifik)
2)      Mekanisme kerja : Menghambat migrasi granulosit ke tempat radang menyebabkan mediator berkurang dan selanjutnya mengurangi peradangan. Kolkisin juga menghambat pelepasan glikoprotein dari leukosit yang merupakan penyebab terjadinya nyeri dan radang sendi pada gout.
3)      Dosis : 0,5 – 0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dan diikuti 0,5 – 0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau mulai timbul gejala saluran cerna, misalnya muntah dan diare. Dapat diberikan dosis maksimum sampai 7 – 8 mg tetapi tidak melebihi 7,5 mg dalam waktu 24 jam. Untuk profilaksis diberikan 0,5 – 1,0 mg sehari.
4)      Pemberian IV : 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12 – 24 jam dan tidak melebihi 4 mg dengan satu regimen pengobatan. Indikasi pemberian secara intravena :terjadi komplikasi saluran cerna, serangan akut pada pasca operatif, bila pemberian oral pasca akut tidak menunjukkan perubahan positif.
5)      Efek samping : muntah, mual, diare dan pengobatan harus dihentikan bila efek samping ini terjadi walaupun belum mencapai efek terapi. Bila terjadi ekstravasasi dapat menimbulkan peradangan dan nekrosis kulit dan jaringan lemak. Pada keracunan kolkisin yang berat terjadi koagulasi intravascular diseminata.
b.    Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
1)      Indometasin
a)      Indikasi : penyakit arthritis reumatid, gout, dan sejenisnya.
b)      Mekanisme kerja : efektif dalam pengobatan penyakit arthritis reumatid dan sejenisnya karena memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik-antipiretik yang sebanding dengan aspirin. Indometasin dapat menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear (PMN). Absorpsi indometasi cukup baik dengan pemberian oral dengan 92 – 99% terikat pada protein plasma. Metabolismenya terjadi di hati dan diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit lewat urin dan hempedu. Waktu parah plasma kira-kira 2 – 4 jam.
c)      Dosis : 2 – 4 kali 25 mg sehari
d)     Kontra indikasi : anak, wanita hamil, pasien gangguan psikiatri, pasien dengan penyakit lambung
e)      Efek samping : amat toksik sehingga dapat menyebabkan nyeri abdomen, diare, pendarahan lambung, pancreatitis, sakit kepala yang hebat disertai pusing, depresi, rasa bingung, halusinasi, psikosis, agranulositosis, anemia aplastik, trombositopena, hiperkalemia, alergi
2)      Fenilbutazon
a)      Dosis : bergantung pada beratnya serangan. Pada serangan berat : 3 x 200 mg selama 24 jam pertama, kemudian dosis dikurangi menjadi 500 mg sehari pada hari kedua, 400 mg pada hari ketiga, selanjutnya 100 mg sehari sampai sembuh. Pemberian secara suntikan adalah 600 mg dosis tunggal. Pemberian secara ini biasanya untuk penderita dioperasi.
3)      Kortikosteroid
a)      Indikasi : penderita dengan arthritis gout yang recurrent, bila tidak ada perbaikan dengan obat-obat lain, dan pada penderita intoleran terhadap obat lain.
b)      Dosis : 0,5 mg pada pemberian intramuscular. Pada kasus resisten, dosis dinaikkan antara 0,75 – 1,0 mg dan kemudian diturunkkan secara bertahap samapi 0,1 mg. Efek obat jelas tampak dalam 3 hari pengobatan.
c.   Golongan urikosurik; untuk menurunkan kadar asam urat
1)      Allopurinol
a)      Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi. Dapat juga digunakan untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia myeloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi.
b)      Mekanisme kerja : menghambat xantin oksidase agar hipoxantin tidak dikonversi menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang mempunyai masa paruh yang lebih panjang.
c)      Efek allopurinol dilawan oleh salisilat, berkurang pada insufficient ginjal, dan tidak menyebabkan batu ginjal.
d)     Dosis :
Ø pirai ringan : 200 – 400 mg sehari
Ø pirai berat : 400 – 600 mg sehari
Ø Pasien dengan gangguan fungsi ginjal : 100 – 200 mg sehari
Ø Anak (6 – 10 tahun) : 300 mg sehari
2)      Probenesid
a)      Indikasi : penyakit gout stadium menahun, hiperurisemia sekunder
b)      Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada penyakit gout, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenasid tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus.
c)      Dosis : 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg/hari.
d)     Kontra indikasi : adanya riwayat batu ginjal, penderita dengan jumlah urin yang berkurang, hipersensitivitas terhadap probenesid.
e)      Efek samping : gangguan saluran cerna yang lebih ringan, nyeri kepala, reaksi alergi.
3)      Sulfipirazon
a)      Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik, berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif untuk menurunkan asam urat dan tidak efektif untuk mengatasi serangan pirai akut, meningkatkan frekuensi serangan pada fase akut.
b)      Dosis : 2 x 100 – 200 mg sehari, ditingkatkan sampai 400 – 800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal
c)      Kontra indikasi : pasien dengan riwayat ulkus peptic
d)     Efek samping : gangguan cerna yang berat, anemia, leukopenia, agranulositosis (Emir Afif, 2010 )

3.2    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada kasus gout antara lain:
a.       Pemeriksaan Radiologi
1)      Foto Konvensional (X-Ray)
a)      ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus) berbentuk seperti topi terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.
b)      tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.
c)      peradangan dan efusi sendi.
b.      Pemeriksaan laboratorium
1)   Asam Urat (Serum)
a)      dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.
b)      3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup merah. Diusahakan supaya tidak terjadi hemolisis.
c)      elakkan dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal, otak, jantung), remis, sarden selama 34 jam sebelum uji dilakukan.
d)      nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL, Perempuan Dewasa : 2,8 – 6,8 mg/dL
e)      peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout, alkoholisme, leukimia, limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung kongestif, stress, gagal ginjal, pengaruh obat : asam askorbat, diuretic, tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin, 6-merkaptopurin, teofilin, salisilat.
2)   Asam Urat (Urine 24 jam)
a)      Untuk mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau penyakit ginjal.
b)      sampel urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan pengawet dan didinginkan.
c)      pengambilan diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan selama penampungan.
d)     tidak terdapat pembatasan minuman.
e)      nilai normal :250 – 750 mg/24 jam
f)       Peningkatan terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia, sindrom Fanconi, terapi sinar–X, penyakit demam, hepattis virus, pengaruh obat: kortikosteroid, agens sitotoksik (pengobatan kanker), probenesid (Benemid), salisilat (dosis tinggi).
g)      Kadar pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi pada pH urine rendah (asam).
c.       Pemeriksaan cairan sendi
1)      Tes makroskopik
a)      Warna dan kejernihan
Ø Normal : tidak berwarna dan jernih
Ø Seperti susu : gout
Ø Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena leukositosis
Ø Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis
b)      Bekuan
Ø Normal : tidak ada bekuan
Ø Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Makin besar bekuan makin berat peradangan
c)      Viskositas
Ø Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)
Ø Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)
Ø Bervariasi : hemoragik
d)     Tes mucin
Ø Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih
Ø Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas : rheumatoid arthritis
Ø Mucin jelek : bekuan berkeping-keping : infeksi
2)      Tes mikroskopik
a)      Jumlah leukosit
Ø Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3
Ø 200 – 500/mm3 → penyakit non inflamatorik
Ø 2000 – 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis gout, arthritis reumatoid
Ø 20 000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi). Contoh : arthritis TB, arthritis gonore
Ø 200 – 1000/mm3 → kelompok hemoragik
b)      Hitung jenis sel
Ø Jumlah normal neutrofil : kurang dari 25%
Ø Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik: Arthritis gout akut : rata-rata 83%
Ø Faktor rematoid : rata-rata 46%, Artrhritis rematoid : rata-rata 65%
c)      Kristal-kristal
Ø Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi
Ø Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk jarum memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya polarisasi
Ø Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol
d.      Tes kimia
1)      Tes glukosa
Ø Normal : perbedaan antara glukosa serum dan cairan sendi adalah kurang dari 10mg%
Ø Pada kelompok inflammatorik : Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
Ø Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
2)      Laktat Dehidrogenase
Ø Normal : 100 – 190 IU/l, 70 – 250 U/l
Ø Meningkat : rematoid arthritis, gout, arthritis karena infeksi
3)      Tes mikrobiologi
Ø untuk kelainan sendi yang disebabkan infeksi
Ø hasil negatif pada kultur bakteri cairan sendi  (  Joyce LeFever, 2008 )

3.3    Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
a.       Memberikan kompres hangat pada pasien yang mengalami serangan arthritis gout
b.      Melaksanakan dan mengajarkan teknik managemen nyeri non farmakologis dengan nafas dalam dan distraksi ( pengalihan )
c.    Menjelaskan dan memantau pembatasan gerak dan aktivitas fisik berat bagi pasien agar radang sendi tidak bertambah kronik.

3.4    Manajemen Diet
Tujuan utama diet adalah menurunkan kadar asam urat darah dan juga agar berat badan tidak melebihi ukuran ideal yang disarankan. Diet yang dianjurkan bagi penderita arthritis gout antara lain:
a.       Menghindari makanan berlemak kaya purin tinggi
1)   Purin Tinggi (100 – 1000 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dihindari : otak, hati, ginjal, jeroan, ekstrak daging, bebek, ikan sardin, makarel dan  kerang.
2)   Purin sedang (900 – 100 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi : daging, ikan, unggas, ayam, udang, kepiting atau rajungan, tahu, tempe, kacang kering, bayam, asparagus, daun singkong, kangkung, daun dan biji mlinjo
3)   Purin rendah ( dibawah 50 mg purin dalam 100 gr bahan ) sebaiknya dibatasi: gula, telur, dan susu.
b.      Perbanyak minum air, 8 sampai 10 gelas setiap hari untuk memperlancar pembuangan asam urat melalui ginjal. Hindari minuman yang mengandung alkohol, kopi, bir karena banyak mengandung senyawa purin yang dapat memperberat fungsi ginjal.
c.       Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6, misalnya flax seed oil dan minyak ikan ( fish oil ), yang dapat mengurangi radang dan mencegah serangan berikutnya.
d.      Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang berfungsi menurunkan tingkat keasaman tubuh, sehingga baik untuk mencegah peningkatan kadar asam urat. Buah yang mengandung vitamin C dan bioflavonoid dapat mencegah radang, seperti: jeruk, stroberi, tomat, paprika hijau dan sayuran berdaun hijau, terutama buah ceri yang merupakan nutrisi penyembuh dan pengurang kadar asam urat. Selain itu konsumsi sayuran seperti: wortel, bayam, piterseli, seledri juga dapat menurunkan kadar asam urat. ( VitaHealth, 2007 )









BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GOUT
4.1    Pengkajian Keperawatan
Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai nyeri (khususnya pada sendi), deformitas, pembengkakan, mobilitas berkurang, fungsi menurun (misalnya tak dapat berjalan), gambaran sistemik seperti ruam atau demam.
a.       Identitas Pasien
Tanggal wawancara, tanggal masuk rumah sakit, nomor identitas klien di rumah sakit,  nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat dan penanggung jawab.
b.      Keluhan utama
Misalnya: nyeri pada daerah persendian
c.       Riwayat kesehatan sekarang
d.      Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumya?
Pernahkah pasien menjalani operasi seperti penggantian sendi?
e.       Pengkajian pola fungsional
1)   Tinggi badan, berat badan, postur tubuh, dan gaya berjalan memberikan data dasar yang dapat mengindikasikan adanya kerusakan otot, obesitas atau edema.
2)   Aktivitas dan pola istirahat
3)   Pengkajian diet termasuk asupan kalsium dan vitamin D. Obesitas dan malnutrisi dapat mempengaruhi mobilitas dan kekuatan otot
4)   Kemampuan mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan klien
5)   Pertanyaan spesifik tentang praktik keamanan klien ketika mereka berhubungan dengan lingkungan pekerjaan, pengaturan tempat tinggal, keamanan dari berbagai bahaya dan alat bantu untuk menjamin keamanaan dirumah, rekreasi, dan olah raga harus diminta pada klien untuk mengidentifikasi masalah dan mengarahkan pendidikan kesehatan klien. 
f.       Obat-obatan
Tanyakan pada pasien mengenai obat-obatan yang digunakan saat terjadi serangan gout. Misalnya penggunaan analgesic, OAINS, kortikosteroid, imunosupresan lain, penisilamin, dan klorokuin
g.      Riwayat sosial

4.2    Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuloskeletal dapat menunjukan:
a.    Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
b.    Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
c.    Laporan episode serangan gout.

4.3    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada penderita arthritis pirai antara lain:
a.    Kadar asam urat serum meningkat.
b.    Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
c.    Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
d.   Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
e.    Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi. ( Elizabeth J Corwin: 2009 )

4.4    Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang muncul pada kasus arthritis pirai antara lain:
a.       Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder
b.      Hypertermia berhubungan dengan proses inflamasi dan kerusakan jaringan
c.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
d.      Gangguan body image berhubungan dengan pembengkakan

4.5    Intervensi dan Rasional Tindakan
a.     Nyeri behubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder
Kriteria hasil :
1)      Pasien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
2)      Pasien tau dan mau melakukan tekhnik manajemen nyeri non farmakologis
3)      Pasien tampak rileks
Intervensi :
1)        Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit yang nonverbal.
Rasional: Membantu dalam mengendalikan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
2)        Berikan posisi yang nyaman, sendi yang nyeri (kaki) diistirahatkan dan diberikan bantalan.
Rasional: Istirahat dapat menurunkan metabolisme setempat dan mengurangi pergerakan pada sendi yang sakit.
3)        Berikan kompres hangat
Rasional: mengurangi derajat nyeri
4)        Cegah agar tidak terjadi iritasi pada tofi, misal menghindari penggunaan sepatu yang sempit, terantuk benda yang keras
Rasional: Bila terjadi iriitasi maka akan semakin nyeri. Bila terjadi luka akibat tofi yang pecah maka rawatlah sucara steril dan juga perawatan drain yang dipasang pada luka.
5)        Ajarkan penggunaan tehnik manajemen nyeri, misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, dan pengendalian nafas.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memberikan kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
6)        Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan analgetik seperti colchille, Allopurinol (Zyloprin)
Rasional: menurunkan kristal asam urat yang mempunyai efek samping, nausea, vomitus, diare, oliguri, hematuri.Allopurinol menghambat asam urat.

b.      Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi dan kerusakan jaringan.
kriteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal
intervensi:
1)      Monitor suhu sesering mungkin
Rasional: untuk mengetahui perkembangan pasien
2)      Monitor warna dan suhu kulit
Rasional: untuk mengetahui derajat keparahan dan peningkatan suhu sehingga dapat dijadikan patokan dalam pemberian obbat-obatan.
3)      Berikan antipiretik
Rasional: untuk meredakan demam
4)      Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Rasional: dapat menurunkan derajat demam
5)      Berikan cairan intravena
Rasional: untuk mengganti cairan yang hilang dari tubuh secara berlebih

c.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
kriteria hasil:
1)        Pasien melaporkan adanya peningkatan aktivitas
2)        pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuannya
3)        pasien tidak hanya bedrest
Intervensi:
1)   Kaji tingkat inflamasi atau rasa sakit pada sendi.
Rasional: Tingkat aktifitas / latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dan proses inflamasi.
2)   Ajarkan pada klien untuk latihan ROM pada sendi yang terkena gout jika memungkinkan
Rasional: Meningkatkan atau mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat dapat menimbulkan kakakuan sendi dan aktifitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
3)   Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Jadwal aktifitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
Rasional: Istirahat yang sistemik selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
4)   Lakukan ambulasi dengan bantuan misal dengan menggunakan tongkat dan berikan lingkungan yang aman misalnya menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet.
Rasional: Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.
5)   Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
Rasional: Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktifitas yang berdasarkan pada kebutuhan, individual dan dalam mengidentifikasi mobilisasi.

d.      Gangguan body image berhubungan dengan pembengkakan
Kriteria hasil:
1)   Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
2)   Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi:
1)   Kaji tingkat penerimaan klien.
Rasional:  untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
2)   Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
Rasional:  membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima perubahan.
3)   Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Rasional:   kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
4)   Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
Rasional: memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien atau orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
5)   Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Rasional: menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.

4.6    Evaluasi Proses Asuhan Keperawatan
Evaluasi setelah dilakukan asuhan keperawatan gout antara lain:
a.       Tidak terjadi komplikasi
b.      Nyeri terkontrol
c.       Tidak terjadi efek samping akibat obat-obatan yang digunakan
d.      Pasien dapat memahami jadwal pengobatan dan perawatan di rumah





BAB V
PELAYANAN KEPERAWATAN LANJUTAN

5.1    Rencana Keperawatan Lanjutan
Tindakan keperawatan lanjutan yang dapat dilakukan antara lain:
a.       Memantau pola makan pasien, hindari makanan yang mengandung purin dan banyak minum air putih
b.      Menganjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat bila nyeri kambuh
c.       Menganjurkan pasien untuk menghindari minuman yang mengandung kafein, alcohol dan obat diuretic.

5.2    Rehabilitasi, Perawatan dan Tindak Lanjut di Rumah
Perawatan yang dapat dilakukan dirumah antara lain:
a.       Anjurkan pasien minum banyak air putih
b.      Hindari klien mengkonsumsi makanan kaya purin
c.       Kompres hangat bila terjadi serangan

5.3    Pendidikan Kesehatan Klien dan Keluarga
Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien dan keuarga antara lain:
a.       Penyuluhan kepada pasien agar tidak mengomsumsi makanan yang mengandung sedang atau tinggi purin.
b.      Menjelaskan kepada pasien yang minum alkohol untuk mengurangi asupan alkohol. Etanol menyebabkan retensi urat pada ginjal.
c.    Menjelaskan pembatasan gerak dan aktivitas fisik berat bagi pasien agar radang sendi tidak bertambah kronik.
d.    Memberikan penjelasan pada penderita hiperurisemia dengan hipertensi tidak dianjurkan memakai obat golongan tiazid, asetosal dosis rendah dan fenilbutazon karena dapat menyebabkan kenaikan asam urat darah.

5.4    Kebutuhan Emosional Klien dan Keluarga
Keluarga dan klien hendaknya tidak perlu cemas karena penyakit gout dapat diobati meskipun tidak bisa sembuh dengan total. Pantau konsumsi makanan klien dan anjurkan klien minum banyak air putih untuk mengeluarkan asam urat yang tertimbun dalam ginjal.

5.5    Peranan Keperawatan dengan Tenaga Kesehatan Lain dalam Pelayanan Kesehatan Klien di Rumah
a.       Sebagai edukator
Memberikan informasi yang jelas tentang penyakit dan pengobatan pada klien yang mengalami penyakit arthritis pirai.
b.      Sebagai motivator
Memberikan motivasi pada klien agar tidak terlalu cemas, tenang dan tidak terlalu menghawatirkan penyakitnya.























BAB VI
PENUTUP

6.1    Kesimpulan
Artritis pirai ( Gout ) adalah kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam  urat didalam cairan ekstraselular. Riwayat keluarga atau genetic, asupan senyawa purin berlebih dalam makanan, konsumsi alkohol berlebihan, berat badan berlebihan ( obesitas ), hipertensi, penyakit jantung, obat-obatan tertentu ( terutama diuretika ), gangguan fungsi ginjal serta keracunan kehamilan dapat menjadi faktor resiko dari arthritis pirai.
Tanda dan gejala dari arthritis pirai antara lain nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam pada ibu jari kaki ( sendi metatarsofalangeal pertama ) atau jari kaki ( sendi tarsal ), kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri, demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari tiga hari walau telah dilakukan perawatan, ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah, bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba.
Penatalaksanaan dari gout antara lain memberikan obat-obatan, antara lain kolkisin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormone ACTH untuk mengurangi nyeri sendi dan peradangan. Kompres hangat, menghindari makanan kaya purin, olahraga teratur da menghindari penggunaan alkohol dan obat diuretic berlebih juga dapat dilakukan untuk mengurangi dan menghindari penumpukan asam urat yang dapat memicu penyakit gout.

6.2    Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya:
a.    Penderita gout sebaiknya mengurangi konsumsi makanan kaya purin untuk mencegah terjadinya penumpukan asam urat dalam tubuh.
b.    Lakukan tindakan kompres hangat sebagai langkah awal mengurangi pembengkakan dan nyeri saat terjadi serangan gout.
c.    Perbanyak minum air putih untuk mengeluarkan endapan asam urat pada saluran kencing, hindari konsumsi alkohol dan lakukan olahraga secara teratur.

6.3    Kata Penutup
Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.















DAFTAR PUSTAKA

Afif, Emir. 2010. “ Makalah Penyakit Gout ”, ( Online ), ( http://x-emriust89.blogspot.com /2010/03/makalah-penyakit-gout.html, diakses pada tanggal 2 Mei 2013 )
Corwin, Elizabeth J.2009.  Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Kee, Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik, Edisi 6 Cetakan I. Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2009. Rematik, Asam Urat, Hiperurisemia, dan Arthritis Gout. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Muhaj, Khaidir. 2010. “ Askep Arthritis Pirai Gout ”, ( Online ), ( http://khaidirmuhaj. blogspot.com/2010/08/askep-artritis-pirai-gout.html, diakses pada 2 Mei 2013 )
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internapublishing.
Pranaji, Diah Krisnatuti, dkk. 2007. Perencanaan Menu untuk Penderita Asam Urat. Jakarta: Niaga Swadaya.
Syamsuhidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Tim Redaksi VitaHealth. 2007. Asam Urat, Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarganya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tags :