A. PENGERTIAN
Labio / palatoskisis
merupakan kelainan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada
struktur wajah. Kedua keadaan ini di bahas bersama karena berhubungan sangat
erat. Kelainan ini diduga terjadi pada sekitar satu dalam 1000 kelahiran.
Deformitas terbagi menjadi 3 kategori:
1.
Sumbing pra alveolar, di mana yang terlibat adalah
bibir, atau bibir dengan hidung (derajat empat)
2.
sumbing alveolar, dimana sumbing melibatkan bibir,
tonjolan alveolar dan biasanya palatum (derajat tiga)
3.
Sumbing pasca alveolar, dimana sumbing terbatas hanya
pada palatum (derajat pertama dan kedua)
Palatoskisis lebih
serius proknosanya dibandingkan dengan labio skisis. Dari bentuknya yang
terletak diantara nasofaring dengan hidung , sehingga menimbulkan masalah dalam hal makan , memudahkan infeksi
saluran pernafasan dan infeksi telinga tengah.
Labioskisis atau
clelf lip dapat terjadi berbagai derajat malformasi, mulai dari yang ringan
pada tepi bibir di kanan, di kiri atau kedua tepi bibir dari garis tengah,
sampai sumbing yang lengkap berjalan hingga ke hidung. Terdapat variasi
lanjutan dari cacat yang melibatkan palatum.
B.
ETIOLOGI
1.
Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
2.
Fraktur herediter
3.
Genetik : abnormal kromosom (trisomy 13 syndrome),
mutasi gen
4.
Lingkungan : teratogen (agen atau factor yang
menimbulka cacat pada masa embrio :asam folik, antagonis atau anti kejang)
5.
Perubahan konsentrasi glukortikoid dan perubahan faktor
pertumbuhan epidermal
C.
PATOFISIOLOGI
Tahap
penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang, terjadi pada 9
minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu kelima umur kehamilan,
prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan menyatu dengan
pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibawah lubang hidung
dan membentuk bibir atas. Sementara itu palatum dibentuk oleh proses prosesus
palatal dari prosesus maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk bergabung
dengan septum nasalis pada garis tengah, kira – kira pada umur kehamilan 9
minggu.
Kegagalan
pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada tahap
pembentukannya, yang akan menghasilkan celah kecil samapai kelainan hiper dari
bentuk wajah. Ada kemungkunan yang terkena bibir saja atau dapat meluas sampai
kelubang hidung, atau mengenai maksila dan gigi. Kelainan celah palatum yang
paling ringan hanya melibatkan uvula atau bagian lunak palatum. Celah bibir dan
palatum bisa terjadi secara terpisah atau bersama- sama bercampurnya jenis
kelainan bibir, maksila dan palatum akan menyebabkan kesulitan pembedahan.
Dewasa
ini malformasi palatum dan bibir tengah telah dipelajari secara mendalam,
sebagai model dari tahap morfogenesis normal dan abnormal pada system
perkembangan yang kompleks. Hal ini terlihat secara relative, dari tingginya
angka kejadian kelainan ini, bahwa pengaturan morfogenesis palatum sangat
sensitive terhadap gangguan genetic dan lingkungan:
- Genetic
: Trysomi13 atau sindroma patau dihubungkan dengan pembentukan celah yang lebar
dari bibir dan maksila.
- Linkungan
: efek tetratogen menyebabkan celah bibir atau celah palatum.
Ada beberapa factor selular yang terlibat dalam
penyatuan prosesus fronto nasal dan maksilar. Diferensiasi sel epitel pada
prosesus palatal mempunyai peranan penting pada proses penyatuan. Mekanisme
terpenting diperantarai sel mesenkim dan prosesus palatal yang menginduksi
diferensiasi sel epitel untuk membentuk baik sel epitel nasal bersilia maupun
sel epitel sekuamosa bucal. Pada tikus telah ditemukan bahwa konsentrasi
glukortikoid yang fisiologis, factor tubuh epidermal diperlukan untuk mencapai
bentuk normal yang perubahan konsenyrasinya dapat menebabkan celah pada
palatum.
D.
PATHWAYS
E.
MANIFESTASI
KLINIS
1.
Pada Labioskhzis pada bayi dan anak
·
Distoersi pada hidung
·
Tampak sebagian atau keduanya
·
Adanya celah pada bibir
·
Pada bayi terkadang ada gangguan menghisap
puting susu
·
Gangguan bicara, dapat terjadi karena penurunan
fungsi otot akibat celah akan mempengaruhi bicara, bahkan menghambatnya.
Terutama dalam mengucapkan huruf konsonan
2.
Pada Palatoskisis pada bayi dan anak
·
Tampak ada celah pada tekak (ovula), palato
lunak, dank eras dan atau foramen incisive.
·
Adanya rongga pada hidung
·
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit
saat diperiksa dengan jari.
·
Kesukaran dalam menghisap asi (bayi) atau makan
atau minum pada anak.
·
Gangguan bicara (keterangan = gangguan bicara
pada labioskisis).
·
Aspirasi
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Foto Rontgen
2.
MRI ( Magnetic Resonance Imaging) untuk evaluasi
abnormal
G.
KOMPLIKASI
1.
gangguan pendengaran
2.
otitis media
3.
distres pernapasan
4.
resiko infeksi saluran pernapasan
5.
pertumbuhan dan perkembangan yang lambat
H.
PENATALAKSANAAN
BEDAH
1.
Perawatan Pra Bedah Labio/ Palatoskisis
·
Ditegakkannya pemberian makanan. Jika ada
kesukaran saat pemberian Asi atau susu botol maka dapat menggunakan sendok.
Inhalasi susu perlu dicegah dengan
menyediakan alat penyedot. Pemberian makanan ini diharapkan bayi tidak
dalam keadaan anemis, fisiknya baik, bertambah berat badannya.
·
Tameng anti biotika harus diberikan. Untuk
menjamin pada masa bedah maupun pasca bedah tidak mengalami bahaya oleh
mikroorganisme.
2.
Perawatan Pasca Bedah Labio/ Palatoskisis
·
Immobilisasi
·
Sedasi
·
Pembalutan garis sedasi. Garis jahitan ditinggal
tanpa penutup, kebersihan dipertahankan. Setelah makan dilap dengan air steril.
·
Pemberian makanan. Segera dapat diberikan ketika
anak sadar atau reflek menelan ditegakkan. Dapat digunakan cairan jernih
misalnya cairan glukosa, dan diit normal yang terdapat makanan lunak dan
disusul dengan air steril. Makanan keras dapat diberikan pada 2 atau 3 minggu
setelah pembedahan.
·
Erapi bicara pada anak yang sudah bisa bicara.
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau
tidak efektif dalam meneteki Asi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan atau
kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan
2.
Resiko aspiarasi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi sekunder dari palatoskisis
3.
Resiko infeksi berhubaungan dengan kecacatan (sebelum
operasi) dan atau insisi pembedahan
4.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
teknik pemberian makan dan perwatan dirumah
5.
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
6.
Tidak efektif bersihan jalan atas berhubungan dengan
efek anestesi, edema setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
7.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi
pembedahan
J.
PERENCANAAN
a.
Diagnosa 1
·
Kaji kemampuan menelan dan menghisap
·
Gunakan dot botol yang lunak dan besar atau dot
khusus dengan lobang yang sesuai untuk pemberian minum
·
Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan
usahakan lidah mendorong makan dan minuman kedalam
·
Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk
selama makan
·
Tepuk punggung bayi setiap 15ml sampai 30 ml
minimum yang diminum tetapi jangan diangkat dot selama bayi masih menghisap
·
Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan
kebutuhan
·
Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi
: kuasa 6 jam, pemberian infuse dan lainnya
·
Prosedur perawatan setelah operasi : rangsang
untuk menelan atau menghisap: dapat menggunkan jari dengan cuci tangan yang
bersih atau dot sekitar 7-10 hari, bila sudah toleran berikan minuman pada
bayi, dan minuman pada anak sesuai dengan diitnya
b.
Diagnosa 2
·
Kaji status pernapasan selama pemberian makanan
·
Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan
sentuhan dot pada bibir
·
Perhatikan posisi bayi saat memberi makan :
tegak atau setangah duduk
·
Beri makan secara perlahan
·
Lakukan penepukan punggung setelah pemberian
minum
c.
Diagnosa 3
·
Berikan posisi tepet setelah makan : miring kekanan
kepal agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
·
Kaji tanda-tanda infeksi
·
Perawatan luka dengan teknik steril
·
Perhatikan posisi jahitan, hindari kontak dengan
benda non steril
·
Monitor keutuhan jahitan kulit
·
Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2
minggu
d.
Diagnosa 4
·
Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah
operasi
·
Ajarkan pada orang tua perawatan anak : cara
pemberian makan, mencegah infeksi, mencegah aspirasi, menentukan porsi, menepuk
punggung, bersihkan mulut setelah makan
e.
Diagnosa 5
·
Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
·
Tenangkan bayi
·
Berikan aktivitas bermain sesuai tumbuh
kembangnya
·
Suport emosional anak: belaian, sentuhan, dengan
mainan
·
Berikan analgetik sesuai program
f.
Diagnosa 6
·
Kaji status pernapasan
·
Ubah posisi sesuai kebutuhan, minimal 2 jam
sekali, untuk mempermudah drainage
·
Posisi yang tepat selama makan: tegak atau
setengah duduk
·
Isap lender bila perlu
·
Bersihkan mulut setelah makan atau minum
g.
Diagnosa 7
·
Bersihkan area insisi makan atau minum dengan
normal saline atau air steril
·
Monitor tanda-tanda infeksi
·
Antisipasi posisi yang dapat merusak jahitan
·
Hindari anak menangis, karena dapat meregangkan
jahitan
K.
PERENCANAAN
PEMULANGAN
1.
Ajarkan dalam pemberian makan atau minum
2.
Ajarkan dalam mencegah infeksi
3.
Ajarkan cara mencegah aspirasi saat pemberian formula
4.
Ajarkan cara melakukan rangsangan bicara pada anak yang
sudah bias bicara
5.
Ajarkan cara merawat gigi dan mulut
L.
HASIL YANG
DIHARAPKAN
1.
Nutrisi adekuat
2.
Anak bebas dari aspirasi
3.
Tidak terdapat infeksi
4.
Orang tua dapat memahami dan mendemonstrasikan dengan
metode pemberian makan pada anak, pemgobatan setelah pembedahan dan harapan
perawat sebelum dan setelah operasi
5.
Rasa nyaman anak dapat diertahankan dengan ditandai
dengan anak tidak menangis, tidak labil, tidak gelisah
6.
Tidak ditemukan komplikasi sistem pernapasan
7.
Tidak ditemukan kerusakan pada kulit yang ditandai
insisi tetap utuh, tidak ada infeksi dan tampak sembuh
DAFTAR PUSTAKA
q Carpenito,
Linda Juall, (1995). Diagnosa Kedokteran Edisi VI, alih bahasa Yasmin Asih.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
q Addy,
(1993). Kesehatan Anak 1-5; Terjemahan Matasari Tjandrasa. Jakarta:
Arcan
q Sacharin,
Rosa M, (1992). Text Book Of Pediatric 12th Edition (Ilmu
Kesehatan Anak edisi 12) alih bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta: EGC
q Dongoes
ME, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
q Smeltzer,
Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Brunner & Suddarth. Edisi
VIII vol 2. Jakarta: EGC
q Rekso
Prodjo Soelarto. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian
Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
q http//www.republika.co.id/htm