Monday, May 20, 2013

ASUHAN PADA ANAK DENGAN LABIO/PALATOSKISIS




A.        PENGERTIAN
            Labio / palatoskisis merupakan kelainan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Kedua keadaan ini di bahas bersama karena berhubungan sangat erat. Kelainan ini diduga terjadi pada sekitar satu dalam 1000 kelahiran. Deformitas terbagi menjadi 3 kategori:

1.      Sumbing pra alveolar, di mana yang terlibat adalah bibir, atau bibir dengan hidung (derajat empat)
2.      sumbing alveolar, dimana sumbing melibatkan bibir, tonjolan alveolar dan biasanya palatum (derajat tiga)
3.      Sumbing pasca alveolar, dimana sumbing terbatas hanya pada palatum (derajat pertama dan kedua)

Palatoskisis lebih serius proknosanya dibandingkan dengan labio skisis. Dari bentuknya yang terletak diantara nasofaring dengan hidung , sehingga menimbulkan  masalah dalam hal makan , memudahkan infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga tengah.
Labioskisis atau clelf lip dapat terjadi berbagai derajat malformasi, mulai dari yang ringan pada tepi bibir di kanan, di kiri atau kedua tepi bibir dari garis tengah, sampai sumbing yang lengkap berjalan hingga ke hidung. Terdapat variasi lanjutan dari cacat yang melibatkan palatum.

B.                 ETIOLOGI
1.    Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
2.    Fraktur herediter
3.    Genetik : abnormal kromosom (trisomy 13 syndrome), mutasi gen
4.    Lingkungan : teratogen (agen atau factor yang menimbulka cacat pada masa embrio :asam folik, antagonis atau anti kejang)
5.    Perubahan konsentrasi glukortikoid dan perubahan faktor pertumbuhan epidermal

C.                PATOFISIOLOGI
Tahap penting dalam pembentukan bibir, palatum, hidung dan rahang, terjadi pada 9 minggu pertama kehidupan embrio. Mulai sekitar minggu kelima umur kehamilan, prosesus maksilaris tubuh kearah anterior dan medial, dan menyatu dengan pembentukan prosesus fronto nasal pada dua titik tepat dibawah lubang hidung dan membentuk bibir atas. Sementara itu palatum dibentuk oleh proses prosesus palatal dari prosesus maksilaris yang tumbuh kearah medial untuk bergabung dengan septum nasalis pada garis tengah, kira – kira pada umur kehamilan 9 minggu.
Kegagalan pada proses yang kompleks ini dapat terjadi dimanapun pada tahap pembentukannya, yang akan menghasilkan celah kecil samapai kelainan hiper dari bentuk wajah. Ada kemungkunan yang terkena bibir saja atau dapat meluas sampai kelubang hidung, atau mengenai maksila dan gigi. Kelainan celah palatum yang paling ringan hanya melibatkan uvula atau bagian lunak palatum. Celah bibir dan palatum bisa terjadi secara terpisah atau bersama- sama bercampurnya jenis kelainan bibir, maksila dan palatum akan menyebabkan kesulitan pembedahan.
Dewasa ini malformasi palatum dan bibir tengah telah dipelajari secara mendalam, sebagai model dari tahap morfogenesis normal dan abnormal pada system perkembangan yang kompleks. Hal ini terlihat secara relative, dari tingginya angka kejadian kelainan ini, bahwa pengaturan morfogenesis palatum sangat sensitive terhadap gangguan genetic dan lingkungan:
-       Genetic : Trysomi13 atau sindroma patau dihubungkan dengan pembentukan celah yang lebar dari bibir dan maksila.
-       Linkungan : efek tetratogen menyebabkan celah bibir atau celah palatum.
Ada beberapa factor selular yang terlibat dalam penyatuan prosesus fronto nasal dan maksilar. Diferensiasi sel epitel pada prosesus palatal mempunyai peranan penting pada proses penyatuan. Mekanisme terpenting diperantarai sel mesenkim dan prosesus palatal yang menginduksi diferensiasi sel epitel untuk membentuk baik sel epitel nasal bersilia maupun sel epitel sekuamosa bucal. Pada tikus telah ditemukan bahwa konsentrasi glukortikoid yang fisiologis, factor tubuh epidermal diperlukan untuk mencapai bentuk normal yang perubahan konsenyrasinya dapat menebabkan celah pada palatum.



















D.                PATHWAYS




E.                 MANIFESTASI KLINIS
1.    Pada Labioskhzis pada bayi dan anak
·   Distoersi pada hidung
·   Tampak sebagian atau keduanya
·   Adanya celah pada bibir
·   Pada bayi terkadang ada gangguan menghisap puting susu
·   Gangguan bicara, dapat terjadi karena penurunan fungsi otot akibat celah akan mempengaruhi bicara, bahkan menghambatnya. Terutama dalam mengucapkan huruf konsonan
2.    Pada Palatoskisis pada bayi dan anak
·   Tampak ada celah pada tekak (ovula), palato lunak, dank eras dan atau foramen incisive.
·   Adanya rongga pada hidung
·   Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
·   Kesukaran dalam menghisap asi (bayi) atau makan atau minum pada anak.
·   Gangguan bicara (keterangan = gangguan bicara pada labioskisis).
·   Aspirasi

F.                 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Foto Rontgen
2.    MRI ( Magnetic Resonance Imaging) untuk evaluasi abnormal

G.                KOMPLIKASI
1.    gangguan pendengaran
2.    otitis media
3.    distres pernapasan
4.    resiko infeksi saluran pernapasan
5.    pertumbuhan dan perkembangan yang lambat
H.                PENATALAKSANAAN BEDAH
1.         Perawatan Pra Bedah Labio/ Palatoskisis
·     Ditegakkannya pemberian makanan. Jika ada kesukaran saat pemberian Asi atau susu botol maka dapat menggunakan sendok. Inhalasi susu perlu dicegah dengan   menyediakan alat penyedot. Pemberian makanan ini diharapkan bayi tidak dalam keadaan anemis, fisiknya baik, bertambah berat badannya.
·     Tameng anti biotika harus diberikan. Untuk menjamin pada masa bedah maupun pasca bedah tidak mengalami bahaya oleh mikroorganisme.
2.         Perawatan Pasca Bedah Labio/ Palatoskisis
·     Immobilisasi
·     Sedasi
·     Pembalutan garis sedasi. Garis jahitan ditinggal tanpa penutup, kebersihan dipertahankan. Setelah makan dilap dengan air steril.
·     Pemberian makanan. Segera dapat diberikan ketika anak sadar atau reflek menelan ditegakkan. Dapat digunakan cairan jernih misalnya cairan glukosa, dan diit normal yang terdapat makanan lunak dan disusul dengan air steril. Makanan keras dapat diberikan pada 2 atau 3 minggu setelah pembedahan.
·     Erapi bicara pada anak yang sudah bisa bicara.

I.                  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam meneteki Asi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan atau kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan
2.      Resiko aspiarasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palatoskisis
3.      Resiko infeksi berhubaungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan
4.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perwatan dirumah
5.      Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
6.      Tidak efektif bersihan jalan atas berhubungan dengan efek anestesi, edema setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
7.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan

J.                 PERENCANAAN
a.    Diagnosa 1
·   Kaji kemampuan menelan dan menghisap
·   Gunakan dot botol yang lunak dan besar atau dot khusus dengan lobang yang sesuai untuk pemberian minum
·   Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan dan minuman kedalam
·   Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
·   Tepuk punggung bayi setiap 15ml sampai 30 ml minimum yang diminum tetapi jangan diangkat dot selama bayi masih menghisap
·   Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan kebutuhan
·   Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi : kuasa 6 jam, pemberian infuse dan lainnya
·   Prosedur perawatan setelah operasi : rangsang untuk menelan atau menghisap: dapat menggunkan jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar 7-10 hari, bila sudah toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman pada anak sesuai dengan diitnya
b.    Diagnosa 2
·   Kaji status pernapasan selama pemberian makanan
·   Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
·   Perhatikan posisi bayi saat memberi makan : tegak atau setangah duduk
·   Beri makan secara perlahan
·   Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum
c.    Diagnosa 3
·   Berikan posisi tepet setelah makan : miring kekanan kepal agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
·   Kaji tanda-tanda infeksi
·   Perawatan luka dengan teknik steril
·   Perhatikan posisi jahitan, hindari kontak dengan benda non steril
·   Monitor keutuhan jahitan kulit
·   Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu
d.   Diagnosa 4
·   Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
·   Ajarkan pada orang tua perawatan anak : cara pemberian makan, mencegah infeksi, mencegah aspirasi, menentukan porsi, menepuk punggung, bersihkan mulut setelah makan
e.    Diagnosa 5
·   Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
·   Tenangkan bayi
·   Berikan aktivitas bermain sesuai tumbuh kembangnya
·   Suport emosional anak: belaian, sentuhan, dengan mainan
·   Berikan analgetik sesuai program
f.     Diagnosa 6
·   Kaji status pernapasan
·   Ubah posisi sesuai kebutuhan, minimal 2 jam sekali, untuk mempermudah drainage
·   Posisi yang tepat selama makan: tegak atau setengah duduk
·   Isap lender bila perlu
·   Bersihkan mulut setelah makan atau minum
g.    Diagnosa 7
·   Bersihkan area insisi makan atau minum dengan normal saline atau air steril
·   Monitor tanda-tanda infeksi
·   Antisipasi posisi yang dapat merusak jahitan
·   Hindari anak menangis, karena dapat meregangkan jahitan

K.              PERENCANAAN PEMULANGAN
1.         Ajarkan dalam pemberian makan atau minum
2.         Ajarkan dalam mencegah infeksi
3.         Ajarkan cara mencegah aspirasi saat pemberian formula
4.         Ajarkan cara melakukan rangsangan bicara pada anak yang sudah bias bicara
5.         Ajarkan cara merawat gigi dan mulut

L.               HASIL YANG DIHARAPKAN
1.      Nutrisi adekuat
2.      Anak bebas dari aspirasi
3.      Tidak terdapat infeksi
4.      Orang tua dapat memahami dan mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan pada anak, pemgobatan setelah pembedahan dan harapan perawat sebelum dan setelah operasi
5.      Rasa nyaman anak dapat diertahankan dengan ditandai dengan anak tidak menangis, tidak labil, tidak gelisah
6.      Tidak ditemukan komplikasi sistem pernapasan
7.      Tidak ditemukan kerusakan pada kulit yang ditandai insisi tetap utuh, tidak ada infeksi dan tampak sembuh



DAFTAR PUSTAKA


q  Carpenito, Linda Juall, (1995). Diagnosa Kedokteran Edisi VI, alih bahasa Yasmin Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
q  Addy, (1993). Kesehatan Anak 1-5; Terjemahan Matasari Tjandrasa. Jakarta: Arcan
q  Sacharin, Rosa M, (1992). Text Book Of Pediatric 12th Edition (Ilmu Kesehatan Anak edisi 12) alih bahasa Moelia Radja Siregar. Jakarta: EGC
q  Dongoes ME, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
q  Smeltzer, Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata  Medikal Bedah. Brunner & Suddarth. Edisi VIII vol 2. Jakarta: EGC
q  Rekso Prodjo Soelarto. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
q  http//www.republika.co.id/htm
Tags :