Secara garis
besar, Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa
anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan
seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme
Infantil. Selain Autisme juga dikenal istilah Schizophrenia yang
juga merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan
menciptakan dunia fantasinya sendiri seperti: berbicara, tertawa, menangis, dan
marah-marah sendiri.
Tetapi ada
perbedaan yang jelas antara penyebab dari Autisme pada penderita Schizophrenia
dan penyandang autisme infantil. Schizophrenia disebabkan oleh proses regresi
karena penyakit jiwa, sedangkan pada anak-anak penyandang autisme infantil
terdapat kegagalan perkembangan. Gejala autisme infantil timbul sebelum anak
mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak
lahir. Seorang Ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa
melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat
menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata.
Untuk memeriksa
apakah seorang anak menderita autis atau tidak, digunakan standar internasional
tentang autisme. ICD-10 (International Classification of Diseases) 1993 dan
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis
untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh
dunia. Kriteria tersebut adalah : Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2),
dan (3) seperti di bawah ini, dengan minimal 2 gejala dari (1) dan
masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).
- Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini : - Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
- Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
- Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
- Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini : - Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal
- Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
- Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru
- Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam
perilaku, minat, dan kegiatan.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini : - Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
- Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
- Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
Sebelum umur 3
tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang (1) interaksi
sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara bermain yang monoton, kurang
variatif. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Kanak. Namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada, terutama pada autisme
ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain
yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat
atau hiperaktivitas. Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan,
tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir,
di Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini dapat
hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, di mana penyandang autisme
ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhan lebih besar.
Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat
yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis
dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut
perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada
lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992)
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran
yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras,
atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga
ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan
pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan
psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan
paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi
tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan
menjadi senile psikosis.
Parafrenia merupkan gangguan
jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya
pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi
diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak
lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan
sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid
(aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual
yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan
pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau
lebih rendah.
Gangguan skizofrenia
sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
- Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
- Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
- Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
- Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
- Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Pada
umumya, gangguan skizof renia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia
paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia
dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan
tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan,
galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku
seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang
konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).
Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan
jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi
(afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi.
Gangguan afektif ini antara lain:
Gangguan Afektif tipe Depresif
Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor
penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau
seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama
mengalami penderitaan.
Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40
– 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia
perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan
tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada
kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami
penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus
begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih
memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur
tanpa menggangu kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit
berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan
kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa
terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe
neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk
sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga
kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan
berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat,
maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut,
dsb.
Gangguan Afektif tipe Manik
Gangguan ini sering timbul secara
bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga
terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam
keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung
berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas
kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi
tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi
semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia,
aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia
menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.
Neurosis
Gangguan neurosis
dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk
mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala
ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki
lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan
erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia).
Gangguan
ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight)
serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara
kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya
menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh
orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia
akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas
untuk mandi.
Secara
umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
·
Neurosis cemas dan panik
·
Neurosis obsesif kompulsif
·
Neurosis fobik
·
Neurosis histerik (konversi)
·
Gangguan somatoform
- Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.
Mekanisme
pertahanan
Setiap manusia
sebenarnya memiliki suatu mekanisme pertahanan tubuh. Depresi muncul apabila
tubuh dan kepribadian seseorang tak dapat lagi menghadapi tekanan hidup yang
dialaminya. Dalam situasi demikian, energi akan habis sehingga seseorang tak
lagi memiliki stamina untuk menghadapinya. Dengan kata lain, penderita depresi
adalah orang yang sudah tak sanggup lagi menerima kesulitan yang menimpanya.
Depresi merupakan
suatu kelainan jiwa yang bisa dialami siapa saja. Biasanya orang yang dilanda
depresi menghadapi lebih dari satu kesulitan. Namun tingkatan depresi pada
setiap penderita tidaklah sama.
Data dari berbagai
penelitian epidemiologi psikiatri menunjukkan: sekitar 5 persen penduduk
Indonesia pernah mengalami depresi pada suatu masa tertentu (point prevalence).
Dan, sekitar 25 persen dari penduduk Indonesia pernah mengalami depresi semasa
hidupnya (life-time prevalence).
Gambaran utama
dari keadaan depresi adalah perasaan murung, yang bisa menjadi perasaan sedih
yang mendalam, kehilangan minat dan gairah dalam keseharian. Bila keadaan
tersebut sudah disertai dengan gangguan fungsional seperti gangguan tidur,
gangguan makan, terhambatnya aktivitas sehari-hari, disebut sebagai sindrom
depresi.
Sindrom depresi
merupakan bagian dari gangguan jiwa tertentu yang tergolong dalam depressive
disorder (gangguan depresi). Pada taraf yang sudah parah dibutuhkan penanganan
khusus dari ahli jiwa.
Menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) Departemen
Kesehatan, kriteria diagnosis untuk sindrom depresi adalah selama paling
sedikit 2 minggu merasa sulit berkonsentrasi, harga diri dan percaya diri
menurun, merasa tak berguna, pandangan suram dan pesi-mistis terhadap masa
depan, menciderai diri, bahkan ingin bunuh diri.