A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan
persepsi terhadap stimulus dari luar tanpa obyek nyata dari dunia luar. Hal itu
memungkinkan mempengaruhi pemikiran mereka mencakup perasaan merasa mendengar,
melihat, membau, meraba atau merasa. Klien akan membuka persepsi didalam
pemikirannya sehingga memungkinkan memaksa klien untuk mempercayainya daripada
kenyataan dari luar. Hal yang sangat penting untuk diingat bahwa halusinasi
terlihat sangat nyata bagi klien dan klien mungkin melihat halusinasi sebagai
kenyataan dan mengingkari kenyataan lingkungan sekitarnya atau orang-orang
sekitarnya (Judith and Sheila, 1998 : 113)
Halusinasi adalah suatu
sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi
merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara
manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien
skizoprenia. (Stuart and Sundeen, 1995 : 501)
Halusinasi yang sering
terjadi pada gangguan persepsi sensori adalah halusinasi akustik (auditorik).
Halusinasi ini sering berbentuk :
1. Akoasma : Suara-suara yang kacau balau yang tidak
dapat dibedakan dengan jelas.
2. Phonema : Suara-suara yang berbentuk suara jelas yang
berasal dari manusia, sehingga klien seperti mendengar suara tertentu.
Halusinasi pendengaran
merupakan halusinasi yang paling umum. Lien bisa mendengar suara seperti suara
Tuhan, suara setan atau suara orang-orang terdekat yang diterima sebagai suatu
yang berbeda dari pemikiran klien.
B. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIK
Respon perilaku klien
dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan fungsi
neurobiologik. Perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukkan adanya
halusinasi disajikan dalam table berikut
(Stuart and Sundeen, 1998 : 302)
RENTANG RESPONS NEUROBIOLOGIK
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Pikiran
logis Pikiran kadang
menyimpang Kelainan pikiran/delusi
Persepsi
akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten
dgn Reaksi emosional berlebihan Ketidakmampuan untuk
pengalaman
mengawali emosi
Perilaku sesuai
hub. Perilaku ganjil (tidak
lazim) Ketidakteraturan
sosial Menarik diri Isolasi social.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Biologis
Abnormalitas
otak yang menyebabkan respon neurobiologik yang maladaptive yang baru mulaidipahami
(Stuart and Sundeen, 1998 : 305)
2. Psikologis
Teori
psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptive belum
didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologik terdahulu menyalahkan
keluarga sebagai penyebabgangguan ini.
Sehingga
menimbulkan kurangnya rasa percaya diri keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa
professional. (Stuart and Sundeen, 1998 : 309-310)
3. Social budaya
Stress
yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik
lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
(Stuart and Sundeen, 1998 :
309-310)
4. Organik
Gangguan
orientasi realitas muncul karena kelainan organic yang mana bisa disebabkan
infeksi, racun, trauma atau zat-zat substansi yang abnormal sera gangguan metabolic
masuk didalamnya. (Shiver, 1998 : 2002)
D. FAKTOR PRESIPITASI
Menurut Stuart and Sundeen, 1998 hal.310, factor presipitasi halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. Biologis
Stressor
biologis yang berhubungan dengan resp[on neurobiologik yang maladaptive termasuk
:
·
Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengtur proses informasi.
·
Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan.
2. Stres lingkungan
Secara
biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan
steressor lingkungan untuk menentukkan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu
yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptive berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
E. MANIFESTASI KLINIK
Karakteristik perilaku
yang dpat ditunjukkan klien dengan kondisi halusinasi berupa : berbicara,
senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal,
tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata, menarik diri dn menghindar
dari orang lain, disorientasi, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung,
ekspresi wajah tegang dan mudah tersinggung, tidak mampu melakukan aktivitas
mandiri dan kurang bisa mengontrol diri, menunjukkan perilaku merusak (diri
sendiri, orang lain dan lingkungan)
F. MEKANISME KOPING
Perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan
dengan respon neurobiologik adalah :
·
Regresi berhub.dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk menanggulangi ansietas
·
Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi dan meanrik diri.
(Stuart and Sundeen, 1998 : 312)
G. MASALAH KEPERAWATAN
Adapun
masalh yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan sensorori persepsi
halusinasi akustik antara lain adalah :
1.
Isolasi social : menarik diri (Townsend, 1998 : 192)
2.
Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan)
(Budi Anna Keliat, 1998 : 28-29)
3.
Kerusakan komunikasi verbal (Townsend, 1998 : 73)
4.
Gngguan konsep diri : harga diri rendah. (Townsend,
1998 : 73)
H. POHON MASALAH
Resiko
tinggi mencederai
(diri sendiri, orang lain,
lingkungan) Defisit perawatan diri
perubahan
sensori-persepsual
kerusakan komunikasi halusinasi akustik Intoleransi aktivitas
verbal (core problem)
Interaksi
social, kerusakan :
Menarik diri
Gangguan
konsep diri :
Harga diri rendah
Koping individu inefektif
Stressor
I. FOKUS INTERVENSI
1.
Isolasi social : menarik diri b.d harga diri rendah
(Townsend, 1998 : 192)
Tujuan
jangka panjang : Klien dengan sukarela meluangkan waktu bersama dengan klien
lain dan staf dalam aktivitas kelompok di bangsal.
Tujuan
jangka pendek : klien dapat mengembangkan hubungan saling percaya dan mampu berinteraksi
dengan perawat diruangan setiap pergantian jam kerja.
Intervensi
keperawatan :
a.
Bina hubungan saling percaya dengan klien.
b.
Beri kesempatan pada klien untuk menjelaskan alas an
klien tidak bersedia bergaul dengan orang lain.
c.
Diskusikan tentang keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian menarik diri.
d.
Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
lain.
e.
Ajarkan tekhnik asertif dalam berinteraksi.
f.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien
dalam berkomunikasi dengan orang lain.
g.
Dorong keluarga untuk membantu klien dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
h.
Anjurkan keluarga untuk menjenguk klien minimal 1x
seminggu.
2.
Resiko tinggi mencederai (diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan)
(Budi
Anna Keliat, 1998 : 28-29)
Tujuan
umum : klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan
khusus :
a.
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi Keperawatan :
1.
Bina hubungan saling percaya dengan mengguanakan
prinsip komunikasi terapeutik.
2.
Ciptakan lingkungan yang hangat dan bersahabat.
3.
Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasannya.
b.
Klien dapat mengenal halusinasinya.
Intervensi Keperawatan :
1.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.
Observasi perilaku (verbal dan nonverbal) yang
berhubungan dengan halusinasinya.
3.
terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan
tidak nyata bagi perawat.
4.
Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya
halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5.
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul.
6.
diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat
terjadi halusinasi.
c.
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi Keperawatan :
1.
Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan jika halusinasi muncul.
2.
Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang
positif.
3.
bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
4.
diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan
mengontrol halusinasi.
5.
Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam
menghadapi halusinasi.
6.
Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang
benar.
7.
Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah
dilakukan.
d.
Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya
Intervensi keperawatan :
1.
Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
2.
Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
tindakan yang dilakukan dalam merawat klien.
3.
Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang
positif.
4.
diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda
dan cara merawat klien di rumah.
5.
Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
dirumah.
3.
Kerusakan komunikasi verbal (Townsend, 1998 : 160)
Tujuan
jangka panjang : pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan komunikasi
verbal dengan perawat dan sesama pasien dalam suatu lingkungan social dengan
cara yang sesuai atau dapat diterima.
Tujuan
jangka pendek : pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada 1 topik
mengguanakn ketepatan kata, mengguanakan kontak mata intermitten selama 5 menit
dengan perawat dalam waktu 1 minggu.
Intervensi
Keperawatan :
a.
Gunakan tekhnik validasi dan klarifikasi untuk mengerti
pola komunikasi paien.
b.
Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
c.
Jelaskan pada pasien dengan cara yang tidak mengancam
bagaimana perilaku dan pembicaraannya dterima dan mungkin juga dihindari oleh
orang lain.
d.
Antisipasi dan penuhi kebutuhan paien sampai pola
komunikasi yang memuaskan kembali.
e.
Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara,
gunakan tekhnik mengatakan secara tidak langsung.
4.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah (Townsend,
1998 : 73)
Tujuan
jangka panjang : pasien memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang
meningkat saat pulang, ditandai dengan ekspresi-ekspresi verbal dari
aspek-aspek positif tentang diri, pencapaian masa lalu dan prospek-prospek masa
depan.
Tujuan
jangka pendek : pasien akan secara bebas mengarahkan perawatan diri dan
aktivitas-aktivitas sehari-hari dalam 1 minggu.
Intervensi
keperawatan :
a.
Bersikap menilai klien apa adanya
b.
Sampaikan perhatian tanpa syarat bagi klien.
c.
Luangkan waktu bersama klien setiap aktivitas.
d.
Bantu klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada
dirinya.
e.
Beri pujian atas aspek positif yang telah dicapai.