Sunday, June 23, 2013

ASKEP HORDEOLUM

ASKEP HORDEOLUM, Hordeolum adalah infeksi akut kelenjar di palpebra yang berisi material purulen yang menyebabkan nyeri tajam yang tumpul

2.1    Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae). Struktur  palpebra antara lain:
a.    Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
b.    Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi otot ini adalah untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
c.    Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis subaponeurotik dari kujlit kepala.
d.    Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di kelopak bawah).
e.    Konjungtiva Palpebrae
Bagian posterior palpebrae dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva palpebra, yang melekat erat pada tarsus.
Tepian palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll. Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal)
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam.
Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus superior; septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah arteri Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V. ( Paul Riordan & John Whitcher, 2009 )

2.2    Definisi Hordeolum
Berikut ini merupakan definisi hordeolum dari beberapa ahli, diantaranya:
a.    Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. ( Sidarta Ilyas, 2010: 92 )
b.    Hordeolum adalah infeksi akut kelenjar di palpebra yang berisi material purulen yang menyebabkan nyeri tajam yang tumpul. ( Indriana Istiqomah, 2004: 91)
c.    Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra. ( Paul Riordan & John Whitcher, 2009: 98 )

2.3    Etiologi Hordeolum
Hordeolum biasanya disebabkan oleh infeksi dari staphylococcus ( biasanya staphilococcus auresus) atau streptococcus  pada kelenjar sebasea kelopak mata. ( Sidarta Ilyas, 2004 )

2.4    Macam-macam Hordeolum
Macam-macam hordeolum antara lain:
a.    Hordeolum eksternum
Merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll, tempat keluarnya bulu mata ( pada batas palpebra dan bulu mata. Area infeksi berbatas tegas, merah, bengkak dan nyeri tekan pada permukaan kulit daerah batas. Ukuran lebih kecil dan lebih superficial daripada hordeolum internum. Lesi ikut bergerak saat kulit bergerak. Jika mengalami supurasi dapat pecah sendiri kearah kulit. ( Indriana Istiqomah, 2004 )
b.    Hordeolum internum
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sebasea yang terletak didalam tarsus. Area kecil seperti manic dan edematous terdapat pada konjugtiva palpebra pada perbatasan palpebra dan bulu mata. Lesi tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit. Dapat pecah kearah kulit atau permukaan konjungtiva. Namun, karena letaknya dalam tarsus, jarang mengalami pecah sendiri. ( Indriana Istiqomah, 2004 )

2.5    Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hordeolum antara lain:
a.    Penyakit kronik.
b.    Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
c.    Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
d.    Diabetes
e.    Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
f.    Riwayat hordeolum sebelumnya
g.    Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
h.    Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik. ( Indriana Istiqomah, 2004 )

2.6    Manifestasi Klinis Hordeolum
Tanda dan gejala hordeolum antara lain:
a.    Kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
b.    Adanya pseudoptosis atau ptosis yang mengakibatkan kelopak sukar diangkat.
c.    Terjadi pembesaran pada kelenjar preaurikel
d.    Kadang mata berair dan peka terhadap sinar
e.    Adanya abses yang dapat pecah dengan sendirinya. ( Sidarta Ilyas, 2004 )



2.7    Patofisiologis
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri stafilokokus aureus yang akan menyebabkan proses inflamasi pada kelenjar kelopak mata. Infeksi bakteri stafilokokkus pada kelenjar yang sempit dan kecil, biasanya menyerang kelenjar minyak (meibomian) dan akan mengakibatkan pembentukan abses (kantong nanah) kearah kulit kelopak mata dan konjungtiva biasanya disebut hordeolum internum. Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.
Apabila bakteri stafilokokkus menyerang kelenjar Zeis atau moll maka akan membentuk abses kearah kulit palbebra yang biasanya disebut hordeolum eksternum. Setelah itu terjadi pembentukan chalazion yakni benjolan di kelopak mata yang disebabkan peradangan di kelenjar minyak (meibom), baik karena infeksi maupun reaksi peradangan akibat alergi.  ( Indriana Istiqomah, 2004 )

2.8    Pathway
Terlampir

2.9     Komplikasi Hordeolum
Komplikasi dari hordeolum antara lain:
a.    Selulitis preseptal
b.    KONJUNGTIVITIS
c.    Granuloma pyogenik ( Sidarta Ilyas, 2004 )

2.10    Pemeriksaan Penunjang
Eversi ( pembalikan ) palpebra untuk memeriksa permukaan bawah palpebra superior dapat dilakukan bersama slitlamp atau tanpa bantuan alat ini. Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan bila diduga ada benda asing. Setelah diberi anestesi local, pasien duduk didepan slitlamp dan diminta melihat kebawah. Pemeriksaan dengan hati-hati memegang bulu mata atas dengan jari telunjuk dan jempol sementara tangan yang lain meletakkan tangkai aplikator tepat diatas tepi superior tarsus. Palpebra dibalik dengan sedikit menekan aplikator kebawah, serentak dengan pengangkatan tepian bulu mata. Pasien tetap melihat kebawah, dan bulu mata ditahan dengan menekannya pada kulit diatas tepian orbita superior saat aplikator ditarik kembali. Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk mengembalikannya, tepian palpebra dengan lembut diusap kebawah sementara pasien melihat keatas. ( Paul Riordan & John Whitcher, 2009 )

2.11    Penatalaksanaan
a.    Medis
1)    Diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali sehari, dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus dibagian tubuh lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama.
2)    Pengangkatan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah
3)    Pemberian salep antibiotic pada saccus conjunctivalis setiap 3 jam. Antibiotic sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis.
4)    Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
5)    Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
6)    Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya hordeolum.
7)    Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen, dan sejenisnya.
8)    Dilakukan insisi hordeolum untuk mengeluarkan nanah pada daerah abses dengan fluktuasi terbesar, jika keadan tidak membaik selama 48 jam. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anesthesia topical dengan patokain tetes mata. Dilakukan anesthesia filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi bila:
a)    Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo palpebra
b)    Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang didalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotic. (Sidarta Ilyas, 2004 )
b.    Keperawatan
1)    Kompres hangat 3 kali sehari selama 10-15 menit sampai nanah keluar.
2)    Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit, tanda gejala penyakit, pengobatan dan penatalaksanaannya pada pasien. (Sidarta Ilyas, 2004 )










BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan
a.    Riwayat Kesehatan:
1)    Keluhan utama
2)    Riwayat Kesehatan Sekarang
3)    Riwayat Kesehatan Dahulu
4)    Kebiasaan Sosial: jarang melakukan perawatan mata dan kebersihan mata.
b.    Pemeriksaan Fisik
1)    Inspeksi:
a)    Mata tampak kemerahan
b)    Mata tampak bengkak atau edema, tampak warna kekuningan atau putih ditengah kulit atau kelopak mata yang bengkak
2)    Palpasi:
a)    Rasa nyeri timbul saat kelopak mata disentuh atau ditekan
b)    Ditemukan nodul kecil yang tak nyeri pada hordeolum internal.
c.    Pemeriksaan Diagnostik
Ditegakkan sesuai dengan gejala.


3.2    Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak mata
b.    Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema pada kelopak mata dan kemerahan.
c.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema pada kelopak mata.
d.    Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pembesaran kelopak mata

3.3    Intervensi dan Rasional Tindakan
a.    Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak mata
1)    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan edema klien dapat teratasi.
2)    Kriteria Hasil:
a)    Edema  hilang
b)    Mata  tidak memerah 
3)    Intervensi          :
a)    Kaji adanya kemerahan pada mata, cairan eksudat, atau ulserasi
R: menentukan intervensi selanjutnya
b)    Instruksikan klien untuk tidak menyentuh matanya
R: terhindar dari iritasi mata berlanjut
c)    Pindahkan kontak lensa apabila klien memakainya
R: kontak lensa dapat merusak mata
d)    Kolaborasikan dengan tim medis lain untuk pemberian obat tetes mata
R: mengurangi infeksi dan mencegah infeksi sekunder, dan membersihkan mata
b.    Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema pada kelopak mata dan kemerahan.
1)    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien tidak dapat teratasi.
2)    Kriteria Hasil :
a)    Nyeri terkontrol
b)    Puss hilang
3)    Intervensi :
a)    Kaji nyeri klien seperti lokasi, karakteristic, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas serta factor presipitasinya.
R: menentukan tingkat nyeri klien
b)    Observasi pada nyeri non verbal
R: membantu klien mendapatkan intervensi
c)    Anjurkan klien untuk mengkompres matanya dengan air hangat
R: mengurangi nyeri
d)    Kolaborasikan dengan tim medis lain untuk menghilangkan nyeri pada matanya.
R: mengurangi inflamasi yang mengakibatkan nyeri timbul
c.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema pada kelopak mata
1)    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri
2)    Intervensi :
a)    Kaji pengetahuan klien tentang hordeolum, gejala, dan penyebabnya
R: mengetahui pengetahuan klien tentang penyakitnya
b)    Bantu klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang sakit yang dialaminya
R: mengurangi rasa cemas, malu pada pasien karena penyakitnya
c)    Bantu klien untuk mengerti, memahami dan menerima keadaannya
R: menambah rasa percaya diri klien bahwa hordeolum bukan penyakit yang parah
d.    Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pembesaran kelopak mata
1)    Kritera hasil :
a)    Cedera tidak terjadi.
b)    Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c)    Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
2)    Rencana tindakan
3)    Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Rasional :  menurunkan resiko jatuh atau cidera.
4)    Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
Rasional:  mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
5)    Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Rasional:  meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi pasien.
6)    Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasional:  mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
Tags :