Sunday, June 23, 2013

ASKEP KONJUNGTIVITIS

ASKEP KONJUNGTIVITIS, Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata 

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1    Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membrane mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata ( konjungtiva palpebralis ) dan permukaan anterior sclera ( konjungtiva bulbaris ). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra ( suatu sambungan mukokutan ) dan dengan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior ( padaforniks superior dan inferior ) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tendon dan sclera dibawahnya, kecuali di limbus ( tempat kapsul tendon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm )
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebbal, lunak dan mudah bergerak ( plica semilunaris ) terletak di kantus internus danb merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging ( caruncula ) menempel secara superficial kebagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membrane mukosa.
a.    Histologi Konjungtiva:
1)    Lapisan epitel konjungtiva
Terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiridari sel-sel epitel skuamosa.
2)    Sel-sel epitel superficial
Mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea.Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
3)    Stroma konjungtiva
Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
4)    Lapisan adenoid
Mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
5)    Lapisan fibrosa
Tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
6)    Kelenjar air mata asesori ( kelenjar Krause dan wolfring )
Struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas,dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.
b.    Pendarahan, Limfatik dan Persarafan
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serabut nyeri. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 5-6 )

2.2    Definisi Konjungtivitis
Berikut ini definisi konjungtivitis dari beberapa ahli diantaranya:
a.    Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. (Sidarta Ilyas, 2010: 121)
b.    Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi fisik atau respon alergi. ( Elizabeth J. Corwin, 2009: 379 )
c.    Radang konjungtiva ( konjungtivitis ) adalah penyakit mata yang ditandai dengan hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 97 )

2.3    Etiologi Konjungtivitis
Konjungtivitis di bedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh:
a.    Bakteri
Contohnya: Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus, Staphylococcus aureus, Streptococci, Proteus, Coliform.
b.    Klamidia
Contohnya: Chlamydia trachomatis serotype A-C,  Chlamydia trachomatis serotype D-K, Chlamydia trachomatis serotype L1-3.
c.    Viral
Contohnya: adenovirus, virus herpes simpleks, varicella, herpes zoster.
d.    Rickettsia ( jarang )
e.    Jamur ( jarang )
Contohnya: Candida, Rhinosporidium seeberi, Sporotrix schenckii.
f.    Parasit
Contohnya: Loa-loa, Ascaris lumbricoides, Taenia solium, Trichinella spiralis, Thelazia californiensis.
g.    Imunologik ( alergika )
h.    Kimiawi atau iritatif
i.    Etiologi tidak diketahui ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 98 )

2.4    Macam-macam Konjungtivitis
Macam-macam konjungtivitis berdasarkan etiologinya dibedakan atas:
a.    Konjungtivitis bakteri
Suatu konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aereus, streptococcus pneumoniae, hemophilus influenzae dan escherichia coli.
Memberikan gejala sekret mukopurulen dan pupulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang kadang disertai keratis dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular.
b.    Konjungtivitis bakteri akut
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan streptokokus, corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria, dan hemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen. Perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan kronis. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dengan kornea yang jernih.
Pengobatan kadang kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol, tobramisin, eritromisin dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
c.    Konjungtivitis gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemik.
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.
d.    Oftalmia neonatorum
Oftalmia neonatorum merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi di bawah usia 1bulan,dapat disebabkan oleh berbagai sebab:
1)    Konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi dalam 24jam sesudah penetesan nitras argenti profilaktik untuk gonore.
2)    Konjungtivitis stafilokok, masa inkubasi lebih dari 5 hari. Diobati dengan antibiotik topikal. Tobramisin untuk pseudomonas.
3)    Konjungtiva inklusi (klamidia), masa inkubasi 5-10 hari. Pengobatan dengan tetrasiklin atau eriromisin (gram +) dan tobramisin (-)
4)    Konjungtivitis neiseria, masa inkubasi 2-5 hari. Diobati dengan penisilin topikal dan parenteral.
5)    Konjungtivitis virus, dapat dibawa langsung setelah lahir, atau dengan masa inkubasi 1-2 minggu setelah lahir. Diobati dengan triluorotimidin.
6)    Konjungtivitis jamur. Diobati dengan obat anti jamur.
e.    Konjungtivitis angular
Konjungtivitis angular terutama didapatkan didaerah kantus interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah meradang. Konjungtivitis angular disebabkan basil moraxella axenfeld.
Pada konjungtivitis angular terdapat sekret mukopurulen dan pasien sering mengedip. Pengobatan yang sering diberikan adalah tetrasiklin atau basitrasin. Dapat juga diberi sulfas zincii yang bekerja mencegah proteolisis.
f.    Konjungtivitis mukopurulen
Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid. Penyebabnya adalah staphylococcus atau basil koch weeks. Terdapat hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak melekat terutama pada waktu bangun pagi.
g.    Konjungtivitis nyeri akut
1)    Demam faringokonjungtiva
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3 dan 7, terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik. Mengenai satu mata yang akan mengenai mata lainnya dalam minggu berkutnya
Berjalan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, folikel pada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preurikel.
Pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astrigen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topical. Pengobatannya biasanya simtomatik an antibiotik untuk mecegah infeksi sekuder.
2)    Keratokonjungtivitis epidemi
Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8 dan 19. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Mata berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama konjungtiva bawah, kadang kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar preurikel membesar. Biasanya gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.
Pengobatannya dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus. Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala dan hiperemia. Pemberian antibiotik adalah untuk mencega infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrasi subefitel.
h.    Konjungtivitis herpetic
Konjungtitivis herpetik dapat merupakan  menifestasi primer herpes dan terdapat pada anak anak yang mendapat infeksi dari pembawa virus.
Pada konjungtivitis herperik ini akan terdapat limfadenopati preurikel dan vesikel pada kornea yang dapat meluas membentuk gambaran dendrit. Perjalanan penyakit biasanya akut dengan folikel yang besar disertai terbentuknya jaringanan parut besar pada kornea.
Macam macam konjungtivitis herpetic:
1)    Konjungtivitis herpes simpleks
Konjungtivitis herpes simpleks merupakan infeksi berulang pada mata. Sering disertai infeksi herpes pada kulit dengan pembesaran kelenjar pre urikel. Pengobatan dengan obat anti virus.
2)    Konjungtivitis varisela-zoster
Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala gejala herpes zoster pada mata. Herpes zoster dapat mengenai semua umur dan umumnya pada usialebih dari 50 tahun. Kelainan yang terjadi akibat herpes zoster tidak akan melangpaui garis median kepala. Herpes zoster dan varisela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti mata hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil, dan pembesaran kelenjar preurikel.
i.    Konjungtivitis inklusi
Konjungtivitis inklusi merupakan penyakit okulogenital disebabkan oleh infeksi klamidia, yang merupakan penyakit kelamin (uretra, prostat, serviks dan epitel rektum), dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap didalam jaringan uretra, prostak serviks dan epitel rektum untuk beberapa tahun sehingga mudah terjadi infeksi ulang. Penyakit ini dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool konjungtivitis. Pengobatan dengan tetrasiklin atau sulfisoksasol topikal dan sistemik.
j.    Konjungtivitis new castle
Konjungtivitis new castle di sebabkan virus new castle, dengan gambaran klinis sama dengan demam faringo konjungtiva.
Penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja peternakan unggas yang ditulari virus new castle yang terdapat pada unggas. Umumnya penyakit ini bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral.
Konjungtivitas ini memberikan gejala influensa dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi. Konjungtivitas new castle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatn kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam waktu kurang dari 1 minggu.
Pada mata akan terlihat edema palpebra ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan folikel-folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah. Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening preaurikel yang tidak nyeri tekan.
Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.
k.    Konjungtivitis hemorajik epidemik akut
Konjungtivitis hemorajik epidemik akut merupakan konjutivitis disertai timbulnya perdarahan konjungtiva. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna, atau enterovirus 70.
Masa inkubasi 24-48 jam dengan tanda tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai lakrimasi.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikular ringan, sakit periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan ptekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan epitelial yang berkurang spontan dalam 3-4 hari.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencapai penularan.
l.    Konjungtivitis alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibody humoral terhadap allergen. Biasanya dengan riwayat atopi.
Gejala umumnya adalah radang ( merah, sakit, bengkak dan panas ), gatal, silau berulang dan menahun, papil besar pada konjungtiva, datang bermusim yang dapat mengganggu penglihatan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.
Pengobatan terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astrigen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
m.    Konjungtivitis Folikularis Kronis
Merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada anak-anak dan tidak pernah terlihat pada bayi baru lahir kecuali bila usia sudah beberapa bulan.
Konjungtivitis folikularis ditandai dengan terdapatnya tanda khusus berupa benjolan kecil berwarna kemerah-meraham pada lipatan retrosal. Folikel yang terjadi merupakan reaksi konjungtiva terhadap virus dan allergen toksik seperti iododioksiuridin, fisostigmin dan klamidia. Folikel terlihat seperti benjolan kecil mengkilap dengan pembuluh darah kecil di atasnya, yang pada pemeriksaan histologik berupa sel limfoid. Setiap folikel ini merupakan pusat germinatif tunggal limfoid. Folikel ini bila diakibatkan oleh trakoma akan berdrgenerasi yang akan membentuk jaringan parut. ( Sidarta Ilyas, 2009: 123-136 )

2.5    Faktor Resiko
a.    Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.
b.    Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
c.    Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. ( Rizki Kurniadi, 2012 )

2.6    Manifestasi Klinis Konjungtivitis
 Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adenopati preaurikular.( Sidarta Ilyas, 2010: 122)
2.7    Patofisiologis
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang dapat menembus pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari factor penyebab konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan. Namun ada j uga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila tidak mendapat penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea terkena. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 97 )

2.8    Pathway
Terlampir

2.9    Komplikasi Konjungtivitis
Komplikasi dari konjungtivitis antara lain:
a.    Infeksi bakteri tertentu ( gonore, beberapa jenis konjungtivitis klamidia ) dan infeksi virus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada mata jika tidak diobati.
b.    Benda asing dimata dapat menyebabkan abrasi kornea dan pembentukan jaringan parut.
c.    Konjungtivitis dapat menjadi gejala awal penyakit sistemik berat, yaitu penyakit Kawasaki. Penyakit ini adalah salah satu vaskulitis yang tersebar luas yang mempengaruhi banyak organ tubuh, termasuk jantung, otak, sendi, hati dan mata. Penyakit ini dimulai secara akut dengan demam tinggi yang diikuti secara singkat dengan konjungtivitis bilateral yang signifikan karena tidak adanya rabas dan proses yang lama. Ruam dan pembengkakan tangan dan kaki menyertai gejala awal ini. Diagnosis dini penting untuk mencegah kerusakan pada arteri koroner. Terapi untuk penyakit Kawasaki mencangkup penggunaan aspirin dan globulin gama. ( Elizabeth J. Corwin, 2009 : 380 )

2.10    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada konjungtiva dibedakan berdasar penyebabnya antara lain:
a.    Pada konjungtivitis bakteri dilakukan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa,  pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 101 )
b.    Pada konjungtivitis klamidia dilakukan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa, yang akan didapatkan inklusi sebagai masa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus, yamg menutupi sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan uji immunoassay enzim yang banyak dipasaran dan dipakai di laboratorium klinis. Uji baru ini termasuk polymerase chain reaction (PRC) telah menggantikan sediaan hapus konjungtiva dengan pulasan Giemsa dan isolasi agen klamidia dalam biakan sel. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 103 )
c.    Pada konjungtivitis inklusi dilakukan uji antibody fluoresens langsung, enzyme-linked immunosorbent assary ( ELISA )dan PCR telah menggantikan pulasan Giemsa dalam praktik klinik rutin. ( Paul Riordan-Eva dan John Whitcher, 2009: 104 )
d.    Pemeriksaan darah (sel-sel eosinofil) dan kadar IgE.

2.11    Penatalaksanaan
a.    Penatalaksanaan medis
1)    Konjungtivitis bakteri biasanya diobati dengan tetes mata atau krim antibiotic tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Karena konjungtivitis bacterial sangat menular diantara anggota keluarga dan teman sekolah, diperlukan teknik mencuci tangan yang baik dan pemisahan handuk bagi individu yang terinfeksi. Anggota keluarga tidak boleh bertukar bantal ataupun sprei.
2)    Konjungtivitis yang berhubungan dengan otitis media diobati dengan antibiotic sistemik. Kompres hangat pada mata dapat mengeluarkan  rabas.
3)    Konjungtivitis viral biasanya diobati dengan kompres hangat pada mata. Teknik mencuci tangan yang baik diperlukan untuk mencegah penularan. Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin atau dekongestan topical.
4)    Konjungtivitis alergi diobati dengan obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme. Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus penyakit.
5)    Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topical mata dibersihkan dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
6)    Konjungtivitis yang disebabkan oleh iritan diobati dengan mengeluarkan benda asing, diikuti dengan penggunaan obat antibakteri. ( Elizabeth J. Corwin, 2009: 380-381 )
b.    Penatalaksanaan Keperawatan
1)    Berikan kompres hangat pada klien yang mengalami konjungtivitis.
2)    Bersihkan sekret atau belek dengan tissue dengan sekali pemakaian.
3)    Berikan pendidikan kepada pasien agar tidak mengucek matanya untuk menghindari penularan konjungtivitis dan memperparah keadaan.
4)    Anjurkan penderita menggunakan kacamata hitam untuk menghindari allergen dan pancaran sinar matahari yang dapat memperburuk kondisi penyakit.




























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan
a.    Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal masuk rumah sakit, nomor identitas klien di rumah sakit,  nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat dan penanggung jawab.
b.    Keluhan Utama
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, edema kelopak mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva.
Sifat Keluhan: Keluhan terus menerus. Hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c.    Riwayat Penyakit Sekarang
Rasa gatal pada mata, peningkatan produksi air mata, terasa terbakar, banyaknya cairan (berair pada mata), mata nampak merah, sekret pada mata yang berlebihan, pada bulu mata terdapat lendir yang mengering khususnya pada saat bangun tidur.
d.    Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
e.    Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis).
f.    Data Dasar Pengkajian
1)    Aktivitas
Aktivitas sehari-hari terganggu karena nyeri, gatal-gatal berair, edema pada mata selama menderita sakit.
2)    Istirahat
Istirahat dan tidur akan terganggu karena adanya gatal-gatal, nyeri, dan panas.
3)    Eliminasi
Tidak ada masalah.
4)    Psikososial
a.    Gangguan aktivitas sosial.
b.    Klien menjadi cemas akibat keadaan matanya.
c.    Klien menarik diri dari lingkungan karena malu terhadap orang disekitarnya.
5)    Status Psikologis
Klien sering mengeluh, terutama karena takut menjadi buta.
6)    Spiritual
Tidak konsentrasi dalam beribadah bahkan jarang beribadah.
7)    Personal Hygiene
Klien tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah menggosok mata.
g.    Pemeriksaan Fisik Mata.
1)    Inspeksi : Konjungtiva merah, pembengkakan kelopak mata, adanya sekret, berair atau banyak cairan, kelenjar precurikuler membesar.
2)    Palpasi : Kelenjar precikuler terasa sakit pada perabaan. ( Virly Juharti, 2012 )
3.2    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada kasus konjungtivitis antara lain:
a.    Nyeri berhubungan dengan peradangan konjungtiva, edema
b.    Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan atau konjungtivitis
c.    Gangguan body image berhubungan dengan hiporemia
d.    Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
e.    Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
f.    Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fotophobia, pseudoptosis
3.3    Intervensi dan Rasional Tindakan
a.    Nyeri berhubungan dengan peradangan konjungtiva, edema
1)    Kriteria hasil :
a)    Nyeri berkurang atau terkontrol.
b)    Skala nyeri 0-1
c)    Pasien tampak ceria
d)    Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
e)    Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
f)    Berkurangnya lecet karena garukan.
g)    Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
h)    Berkurangnya kemerahan.
2)    Rencana tindakan
a)    Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
 Rasional:  untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat.
b)    Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam  dan teratur.
Rasional:  Berguna dalam intervensi selanjutnya.
c)    Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan larutan salin selama kurang lebih 3 menit.
Rasional:  melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra.
d)    Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.
Rasional:  membersihkan palpebra dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
e)     Anjurkan klien menggunakan kacamata ( gelap ).
Rasional:  pada klien fotobia, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
f)    Kolaborasi dalam pemberian Antibiotik dan analgesik.
Rasional:  mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada siang hari.analgesik digunakan untuk mengurangi nyeri.
b.    Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan atau konjungtivitis
1)    Kriteria hasil
a)    Suhu tubuh normal 36o – 37oC
b)    Wajah tampak ceria
2)    Intervensi :
a)    Kaji saat timbulnya demam.
Rasional: untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b)    Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional:  : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c)     Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.±7).
Rasional:  : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
d)    Berikan kompres hangat.
Rasional: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
e)    Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional: pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
f)    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti piretik
Rasional: pemberian terapi penting bagi pasien dengan suhu tinggi.

c.    Gangguan body image berhubungan dengan hiporemia
1)    Kriteria Hasil:
a)    Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
b)    Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
2)    Rencana tindakan
a)    Kaji tingkat penerimaan klien.
Rasional:  untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
b)    Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
Rasional:  membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima perubahan.
c)    Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Rasional:   kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
d)    Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
Rasional: memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien atau orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
e)    Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Rasional:menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.

d.    Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
1)    Kriteria hasil :
a)    Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b)    Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c)    Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
2)    Rencana tindakan
a)    Kaji tingkat ansietas atau kecemasan.
Rasional:  Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien.
b)    Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
Rasional:Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya.
c)    Beri dukungan moril berupa doa terhadap pasien.
Rasional:  Memberikan perasaan tenang kepada klien.
d)    Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional:  Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi yang nyata,    mengklarifikasi kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
e)    Identifikasi sumber atau orang yang menolong.
Rasional: Memberi penelitian bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.

e.    Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
1)    Kriteria hasil : Penyebaran infeksi tidak terjadi.
2)    Rencana tindakan
a)    Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar.
Rasional:Dengan membersihkan mata dan irigasi maka mata menjadi bersih.
b)    Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
Rasional :  Pemberian antibiotika diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi
c)    Pertahankan tindakan septik dan anseptik.
Rasional:  Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat maupun   dari perawat ke pasien.
d)    Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja.
Rasional:   Meminimalkan risiko penyebaran infeksi.
e)    Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak  sembarangan dengan mata.
Rasional:   Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.
f)    Beritahu klien teknik cuci tangan yang tepat.
Rasional: : menerapkan prinsip higienis
g)    Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih.
h)    Rasional: : mencegah infeksi

f.    Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fotophobia, pseudoptosis
1)    Kritera hasil :
a)    Cedera tidak terjadi.
b)    Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c)    Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
2)    Rencana tindakan
a)    Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Rasional :  menurunkan resiko jatuh atau cidera.
b)    Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
Rasional:  mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
c)    Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Rasional:  meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi pasien.
d)    Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasional:  mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
e)    Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar.
Rasional:  sekret mata akan membuat pandangan kabur.
f)    Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata  dan salep mata.
Rasional:  Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
g)    Gunakan kacamata gelap.
Rasional:Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.   
                                                                    
Tags :