Tuesday, June 18, 2013

ASKEP MASTOIDITIS

 ASKEP MASTOIDITIS
BAB 1
 PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).(anonim, 2008)
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Kelompok mencoba memaparkan tentang konsep mastoiditis beserta asuhan keperawatannya dengan harapan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi.
1.2    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit Mastoiditis dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit tersebut.
1.3    Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami :
1.    Mengetahui definisi penyakit Mastoiditis
2.    Mengetahui etiologi penyakit Mastoiditis
3.    Mengetahui manifestasi klinis penyakit Mastoiditis
4.    Mengetahui patofisiologi penyakit Mastoiditis
5.    Mengetahui pemeriksaan penunjang dan diagnostik untuk penyakit Mastoiditis
6.    Melakukan pengkajian pada klien dengan penyakit Mastoiditis
7.    Menentukan diagnosa keperawatan pada klien penyakit Mastoiditis
8.    Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit Mas
9.    Mealaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit Mastoiditis.
1.4    Manfaat Penulisan
 Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
a.    Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
b.    Mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar
c.    Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem persepsi dan sensori
1.5    Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini terdiri beberapa bab dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut adalah:
a.    Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar dan daftar isi.
b.    Bagian isi terdiri dari
BAB I    Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II    Tinjauan Teori, meliputi: Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinis, Patofisiologis, Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik, Penatalaksanaan, Pathway
BAB III    Asuhan Keperawatan meliputi: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan
BAB IV     penutup meliputi: simpulan dan saran
c.    Bagian akhir,berisi daftar pustaka yang di gunakan penulis dalam mencari resensi buku

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1    Definisi Penyakit Mastoiditis
Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoid(tulang yang menonjol di belakang telinga) yang berlangsung cukup lama dan merupakan komplikasi dari otitis media kronik(Reeves,2001).
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang di akibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah(Brunner dan Suddarth,2000).
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari Otitis Media Kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air cells) yang melekat ditulang temporal. Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat.

2.2    Etiologi
Etiologi mastoiditis adalah:
1.    Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid
2.    Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut( Reeves (2001: 19)
3.    Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya
4.    Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut  yaitu streptococcus pnemonieae.
Bakteri penyebab lain  ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H. Influenza( George ,1997: 106)
2.3    Manifestasi Klinis
Menurut ( George (1997: 106)Manifestasi klinis  pada penderita mastoiditis antara lain:
1.    Demam biasanya hilang dan timbul.
2.    Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3.    Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4.    Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).
5.    Dinding posterior kanalis menggantung.
6.    Pembengkakan postaurikula.
7.    Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8.    Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
2.4    Patofisiologi
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.
          Patofisiologis dari mastoiditis adalah: Keradangan pada mukosa kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat menjalar ke mukosa antrum mastroid. Bila terjadi gangguan pengaliran sekret melalui aditus ad antrum dan epitimpanum menimbulkan penumpukan sekret di antrum sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan pada sel – sel mastoid. (Iskandar,1997).

2.5    Komplikasi
Menurut Iskandar(1997) komplikasi dari mastoiditis adalah
1. Abses retro aurikula
2. Paresis/paralisis syaraf fasialis
3. Labirintitis
4. Komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.

2.6    Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dan diagnostiknya adalah:
1. Laboratorium
A.Spesimen
Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan, bila diperoleh,    harus     dikirim untuk budaya untuk kedua bakteri aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining
Jika selaput  anak telinga yang sudah berlubang, kanal eksternal dapat dibersihkan, dan contoh yang segar drainase cairan diambil. Perawatan harus  diambil untuk mendapatkan cairan dari telinga dan bukan eksternal kanal.
Budaya dan kelemahan dari pengujian isolates dapat membantu memodifikasi terapi antibiotik empiris awal. Hasil benar budaya dikumpulkan untuk kedua aerobik dan anaerobic bakteri panduan yang pasti harus pilihan terapi.  Gram noda yang dapat contoh awalnya panduan  empiris antimicrobial therapy.
B. Cultur blood harus diperoleh.
C. Dasar yang CBC count dan sedimentasi menilai ditentukan kemudian untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi.
D. Memperoleh cairan tulang belakang untuk evaluasi jika intracranial perpanjangan proses diduga.
2. CT Scan dan MRI
Yang sensitif dari CT di mastoiditis akut adalah 87-100%. Anda mungkin terlalu sensitif karena setiap AOM memiliki komponen radang mastoid. Segera CT scan intracranial kapanpun diperlukan adalah perpanjangan atau komplikasi yang dicurigai. Bukti yang digambarkan oleh mastoiditis Tampilan kekaburan atau kerusakan yang mastoid garis besar dan penurunan atau hilangnya ketajaman dari sel udara mastoid bertulang septa. Dalam kasus di mana CT scan menunjukkan kesuraman dari udara sel, yang technetium-99 bone scan adalah membantu dalam mendeteksi osteolytic perubahan.
 Plain radiography yang diandalkan, dan hasil temuan gejala klinis ketinggalan di belakang. Di daerah-daerah di dunia di mana CT scan tidak segera tersedia, plain radiography dari mastoids mengungkapkan clouding udara dari sel-sel dengan kerusakan tulang di ASM. Dalam sebagian besar kasus, radiography mencukupi untuk membuat diagnosis tetapi tidak sensitif dalam differentiating tahapan dari penyakit dan gagal mengungkapkan apex kaku dalam setiap detail besar.
Temuan berikut ini digunakan untuk membedakan AOM dan / atau tanpa osteitis akut mastoiditis kronis dan mastoiditis akut :
1.    Clouding atau kekaburan dari sel udara mastoid dan telinga tengah dapat hadir. Hal ini disebabkan      oleh kobaran pembengkakan dari mucosa dan dikumpulkan cairan.
2.    Hilangnya ketajaman atau visibilitas mastoid dinding sel karena demineralization, atrophia, atau kebekuan dari bertulang septa
3.    Kekaburan mastoid atau distorsi dari garis besar, mungkin dengan cacat terlihat dari tegmen atau mastoid bozonty
4.    Peningkatan bidang formasi abscess
5.    Ketinggian dari periosteum dari proses mastoid atau lekuk bokong berhubung dgn tengkorak
6.    Osteoblastic aktivitas di mastoiditis kronis
7.    MRI lebih sering digunakan pada pasien dengan gejala klinis atau CT temuan yang bernada intracranial komplikasi. Namun, MRI tidak secara rutin digunakan untuk mengevaluasi mastoid.
8.    MRI adalah standard untuk evaluasi menyebelah lunak jaringan, khususnya struktur intracranial, untuk mendeteksi dan ekstra-aksial cairan koleksi dan vascular yang terkait masalah.
9.    MRI adalah membantu dalam perencanaan bedah perawatan efektif.

2.7    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat di lakukan pada penderita mastoiditis yaitu:
1.Penatalkasanaan Medis
Pemberian antibiotik sistemik. Diberikan beberapa minggu sebelum operasi dapat mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.
Pembedahan :
a.    Timponoplasti
Adalah rekonstruksi bedah pada mekanisme pendengaran ditelinga tengah, dengan memperbaiki membrana tympanica melindungi finestra cochlease dari tekanan suara. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan dan memulihkan pendengaran, dengan congkok membran timpani dengan rekonstruksi telinga tengah. Sedangkan tujuan skundernya adalah untuk mempertahankan atau memperbaiki pendengaran (timpanoplasti) bilamana mungkin. Terdapat berbagai teknik timpanoplasti yang berbeda yaitu pencangkokan (kulit, fasia, membran timpani homolog) dan rekonstruksi (osikula homolog, kartilago dan aloplastik).
b.      Mastoidektomi
Adalah pembedahan pada tulang mastoid. Tujuan dilakukan mastoidektomi adalah untuk menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga yang kering dan aman.
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
2. Penatalakasanaan keperawatan
1. Perawatan Pre-Operasi
Perawat mengajarkan secara khusus pada klien yang dijadwalkan untuk menjalani tympanoplasty. Antibiotik tetes diberikan sebelum pembedahan untuk membunuh organisme yang menginfeksi, cairan yang terdiri dari cuka dan air steril dengan perban-dingan yang sama diberikan untuk mengirigasi telinga, yang bertujuan untuk mengembalikan ke pH normal. Hal-hal yang harus dilakukan klien agar tidak terjadi infeksi pre-operasi seperti:
a.    Menghindari orang-orang yang terinfeksi saluran pernafasan atas.
b.    Beristirahat  yang cukup.
c.    diet yang seimbang.
d.    Mempertahankan intake cairan yang adekuat.
e.    Perawat meyakinkan klien bahwa prosedur yang dilaksanakan bertujuan untuk    memperbaiki        pendengaran, meskipun pada awalnya pendengarannya akan berkurang kare-na adanya balutan di kanal.
f.    Perawat menerangkan pentingnya bernafas dalam setelah ope-rasi. Mengenai cara batuk yang benar juga perlu diterangkan dan hindari batuk yang kuat, karena dapat meningkatkan tekanan di telinga tengah.
2. Prosedur Operatif
Pada awalnya tindakan pembedahan dilakukan hanya bila di telinga tengah dan tuba eusthacia bebas dari infeksi. Apabila terjadi infeksi, maka hasil dari tindakan graft/pemindahan kulit kemungkinan besar menjadi infeksi dan tidak sembuh sebagaimana mestinya. Pada pembedahan membran timpani dan ossicles mengharuskan penggunaan mikroskop dan dipertimbangkan sebagai prosedur yang sulit. Anestesi lokal dapat digunakan meskipun yang sering dipilih adalah anestesi general untuk mencegah klien agar tidak cepat sadar.
Ahli bedah dapat memperbaiki membran timpani dengan menggunakan bahan-bahan seperti otot fascia temporal, mengambil bagian yang tebal untuk dilakukan skin graft dan jaringan vena. Apabila ossicles rusak, tindakan yang lebih ekstensif harus diambil untuk memperbaiki atau mengganti tulang yang kecil tersebut. Ahli bedah menjangkau ossicles dengan salah satu dari 3 cara berikut ini:
a.    Pendekatan Transkanal (Transcanal Approach).
b.    Insisi Endaural (Endaural Incision).
c.    Mengarahkan Postauricular melalui Mastoidektomi (The Postauricular Route via Mastoidectomy).
Ahli bedah kemudian membuang jaringan penyakit dan membersihkan rongga telinga te-ngah. Tingkat kerusakan ossicles dikaji dengan teliti agar dapat diperbaiki atau diganti jika perlu. Ahli bedah menggunakan kartilago autogenous atau tulang, ossicles pada mayat (cadaver), kawat stainless steel atau komponen polytetrafluoroethylene (teflon) untuk memperbaiki atau mengganti ossicles.
3. Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan.
 (Iskandar,1997)

2.8 Pathway
Terlampir






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan
1.    Identitas Pasien
2.     Riwayat adanya kelainan nyeri
3.     Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4.    Riwayat alergi
5.    Otitis Media Akut berkurang
2. Pengkajian Fisik
      1. Nyeri telinga
      2. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
      3. Suhu Meningkat
      4. Malaise
      5. Nausea Vomiting
      6. Vertigo
      7. Ortore
      8. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
3. Pengkajian Psikososial     
    1. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
    2. Aktifitas terbatas
    3. Takut menghadapi tindakan pembedahan
3.2. Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
b.    Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
c.    Kecemasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
d.    Resiko injuri berhubungan dengan vertigo dan penurunan keseimbangan tubuh
e.    Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
3.3. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan persepsi/sensori berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan  di syaraf pendengaran.
Hasil yang diharapkan: Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensori pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
No    Intervensi    Rasional
1.    Kaji tanda-tanda awal kehilangan pendengaran.    Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-tek-nik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.

2.    Bersihkan serumen yang tersembunyi dengan cara irigasi.
- Pastikan bahwa klien tidak mengalami perforasi pada membran timpaninya atau tidak mengalami otitis media.
- Hangatkan cairan untuk irigasi sesuai dengan su-hu tubuh    Serumen yang letaknya ter-sembunyi dapat menyebab-kan tuli konduktif sehingga menambah masalah pende-ngaran yang sudah ada.
3.    Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh do-sis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
    Penghentian terapi antibiotik sebelum waktunya dapat me-nyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

4.    Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.    Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe ganggu-an/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.

2. Rasa cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
Hasil yang diharapkan: Klien akan menyatakan bahwa rasa cemas mengenai komu-nikasi yang       terganggu berkurang dan akan lebih pandai dalam menggunkan alternatif teknik komunikasi.

No    Intervensi    Rasional
1.    Demonstrasikan aktifitas yang dapat meningkatkan pemahaman terhadap komunikasi verbal.    Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehi-dupannya sehari-hari disesu-aikan dengan tingkat kete-rampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas & frustasinya.

2.    Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengaran nya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.    Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidakpercaya an klien terhadap perawat.
3.    Kaji kemampuan klien dalam membaca & menulis.    Komunikasi dengan cara menulis dapat efektif dalam mempertahankan kemandirian klien, harga diri serta kontak sosialnya; bagaimanapun komunikasi dengan cara ini tidak nyaman atau tidak me-mungkinkan bagi klien yang minim keterampilan membaca & menulisnya.
4.    Beritahukan/kenalkan pada klien semua alternatif metode komunikasi (seperti bahasa isyarat & membaca bibir) dengan langkah yang tepat untuk masing-masing klien.    Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
3. Kerusakan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
    Kriteria hasil, Klien akan:
   - Memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
   - Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal: komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.)
No    Intervensi    Rasional
1.    Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan & catat pada rencana perawatan metode yang diguna-kan oleh staf dan klien, seperti:
1. Tulisan.
2. Berbicara.
3. Bahasa isyarat.    Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat dise-suaikan dengan kemampuan & keterbatasan klien.
2.    Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.

    Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat de-ngan klien dapat berjalan de-ngan baik & klien dapat me-nerima pesan perawat secara tepat.
3.    Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.    Pesan yang ingin disampai-kan oleh perawat kepada kli-en dapat diterima dengan ba-ik oleh klien


4. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan
    Kriteria hasil:
a.     Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri berkurang.
b.     Klien mampu melakukan metode pengalihan suasana.( Carpenito,1999)

No    Intervensi    Rasional
1.    Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.    Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.

2.    Kompres dingin di sekitar area telinga
    Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.
3.    Atur posisi klien    Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.
4.    Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikas   
Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum. Bakteri penyebab lain  ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H. Influenza.
Tanda dan gejalanya meliputi nyeri sekitar telinga,bengkak di belakang telinga,otorhoe,tinnitus,gangguan pendengaran,vertigo. Komplikasi dari mastoiditis adalah abses retro aurikula, paresis/paralisis syaraf fasialis
, labirintitis, komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya yaitu:
1.    Untuk klien yang menderita penyakit mastoiditis, agar membatasi diri dalam beraktifitas sehingga tidak beresiko cedera karena penurunan keseimbangan tubuh.
2.    Untuk mahasiswa keperawatan sebagai calon perawat, agar mempelajari konsep dasar penyakit mastoiditis dan asuhan keperawatannya sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan benar dan tepat.
3.    Mahasiswa harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada keluarga dengan pasien yang menderita mastoiditis.
Tags :