Thursday, June 13, 2013

ASKEP MIOPI

ASKEP MIOPI
BAB  I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga dan penting bagi setiap insan manusia. Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan tubuh semata tetapi juga bagian tubuh lainnya seperti mata.
Mata merupakan jendela dunia, kita dapat mengenal dunia dan megetahui berbagai hal dengan mata. Berawal dari melihat mata, kita akan berusaha memahami seluk beluk tentang suatu benda. Mata selain berperan sebagai jendela dunia juga berperan sebagai salah satu organ yang berperan sebagai indra penglihatan. Mata dapat digunakan untuk mengetahui seberapa berat suatu penyakit terjadi meskipun secara umum belun tampak tanda-tanda adanya komplikasi dari suatu penyakit.
Mata merupakan organ yang penting bagi kita, menjaga dan merawat kesehatan mata merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita pada Sang Pencipta. Namun tidak setiap orang sadar arti pentingnya menjaga kesehatan mata.
Akibat dari kelalaian dalam menjaga kesehatan mata ini bisa menimbulkan berbagai penyakit mata dimulai dari kurangnya konsumsi vitamin A, kelainan pada organ-organ mata bawaan, kelainan refraksi dan yang lainnya. Diantara kelainan refraksi ini adalah miopia.
Faktor genetik pada miopia merupakan hal yang kompleks. Miopia dapat diturunkan secara dominan, resesif, dan sporadik. Anak dengan kedua orang tua menderita miopia akan lebih beresiko menderita miopia dibanding anak dengan salah satu orang tua menderita miopia atau kedua orang tua tanpa miopia. Pada penelitian anak usia 6-12 th didapatkan angka kejadian miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia sebesar 12,2%. Sedangkan angka kejadian miopia pada anak dengan salah satu orang tua miopia sebesar 8,2%, dan pada anak dengan kedua orang tua normal sebesar 2,7%.
Miopi dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana penglihatnya kesulitan melihat benda yang jaraknya jauh, kepala sering pusing, dimana hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Diharapkan dengan dibuatnya makalah asuhan keperawatan dengan klien dengan miopi ini dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita miopia dan dapat mengurangi keparahan berkelanjutan pada penderita.

1.2    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Tujuan Umum
1)    Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mata khususnya miopi
b.    Tujuan Khusus
1)    Memaparkan konsep penyakit yang meliputi anatomi fisiologi sistem persepsi sensori, definisi, etiologi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan yang meliputi medis, keperawatan dan manajemen diet
2)    Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mata (miopia) menggunakan metodologi asuhan keperawatan yang benar


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1    Anatomi Fisiologi Mata
Bagian-bagian mata:
a.    Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya, serta berfungsi melindungi mata dari sinar matahari yang terlalu terik.
b.    Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang terdiri atas jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Jaringan di bawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah, serta digerakkan ke atas oleh otot levator palpebrae. Kelopak-kelopak itu ditutup otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli. Bulu mata dikaitkan pada pinggiran kelopak mata, serta melindungi mata dari debu dan cahaya.
c.    Bola mata
Umumnya mata kita dilukiskan sebagai bola, tetapi sebetulnya lonjong dan bukan bulat seperti bola. Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 2,5 cm, bagian depannya bening, serta terdiri atas serta terdiri atas tiga lapisan, yaitu:
1)    Lapisan luar, fibrus yang merupakan lapisan penyangga.
2)    Lapisan tengah, vaskuler
3)    Lapisan dalam, saraf
Ada enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus, sementara dua yang lain agak serong. Otot-otot ini terletak di sebelah dalam orbita, dan bergerak dari dinding tulang orbita untuk dikaitkan pada pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri atas otot rektus mata superior, inferior, medial, dan lateral. Otot-otot ini menggerakan mata ke atas, ke bawah, ke dalam dan k e sisi luar bergantian.
Otot-otot oblik adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakkan mata ke bawah dan ke sisi luar, sementara otot oblik inferior menggerakkan mata ke atas dan juga ke sisi luar. Mata bergerak serentak, dalam arti kedua mata bergerak bersamaan ke kanan atau ke kir, ke atas atau ke bawah, dan seterusnya. Serabut-serabut saraf yang melayani otot-otot ini adalah nervi motores okuli, yaitu saraf cranial ketiga, keenpat dan keenam.
Biasanya, sumbu kedua mata mengarah secara serentak pada satu titik yang sama, tetapi adanya akibat paralisa pada sebuah atau beberapa otot, maka tidak dapat mengarah secara serentak lagi, maka timbullah apa yang dinamakan mata juling atau strabismus. Keadaan demikian dapat berupa bawaan atau diperoleh kemudian. Apabila penderita tidak dapat tertolong dengan menggunakan kacamata ataupun dengan pendidikan kembali, operasi dapat dilaksanakan, yang harus diikuti latihan-latihan dan pendidikan kembali.

d.    Sclera
Sclera adalah pembungkus yang kuat dan fibrus. Sclera membentuk putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan jendela membran yang bening, yaitu kornea. Sclera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
e.    Koroid
Koroid atau lapisan tengah berisi pembuluh darah, yang merupakan ranting-ranting arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini mebentuk iris yang berlubang di tengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata.  Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya, dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Koroid bersambung pada bagian depannya  dengan iris, dan tepat di belakang iris selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare, sehingga korpus siliare terletak antara koroid dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkular dan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingaran. Kontraksi otot sirkular menyebabkan pupil mata juga berkontraksi.
Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea, yang terdiri atas iris, korpus siliare, dan selaput koroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan koroiditis atau bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan, penyakitnya akan segera menjalar ke bagian traktus lain di sekitarnya.
f.    Retina
Retina adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri atas sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf, batang-batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina, yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optic, yang merupakan titik tempat saraf optic meninggalkan biji mata. Titik ini disebut bintik buta karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optic, persis berhadapan dengan pusat pupil.



Jika kita teliti biji mata mulai dari depan hingga belakang akan terlihat bagian-bagian berikut:
a.    Kornea
Kornea merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sclera yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epitelium berlapis yang bersambung dengan konjungtiva.
b.    Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Yang terletak antara kornea dan iris.
c.    Iris
Iris adalah tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput koroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau otot polos, kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok lain melebarkan ukuran pupil itu.
d.    Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris, tempat cahaya masuk guna mencapai retina.
e.    Bilik posterior (kaletalmera okula posterior)
Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior diisi dengan akueus humor.
f.    Akueus humor
Cairan ini berasal dari korpus siliare dan diserap kembali ke dalam aliran darah pada sudut antara iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai saluran schlemm.
g.    Lensa
Lensa adalah sebuah benda transparan bikonvers (cembung depan belakang) yang terdiri atas beberapa lapisan. Lensa terletak persis dibelakang iris. Membrane yang dikenal sebagai ligamentum suspensorium terdapat di depan maupun di belakang lensa itu, yang berfungsi mengaitkan lensa itu pada korpus silisre. Bila ligamentum , lensa suspensorium mengendur, lensa mengerut dan menebal, sebalikknya ligamentum suspensorium menegang, lensa menjadi gepeng. Mengendurnya lensa dikendalikan kontraksi otot silisre.
h.    Viteus humor
Darah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina, diisi cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar, yaitu vitreus humor. Vitreus humor berfungsi memberi bentuk dan kekokohan mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dan sklerotik.
Saraf optikus atau urat saraf kranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus memasuki rongga cranium, lantas menuju kiasma optikum.
    Mata adalah indra penglihat. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan.
    Kelenjar air mata terdiri atas kelenjar mejemuk. Yang terletak pada sudut luar, sebelah atas rongga orbita. Kelenjar-kelenjar ini mengeluarkan air mata yang berada pada pinggir atas dan luar mata, lantas dituangkan pada konjungtiva dari saluran kelenjar lakrimalis. Bila kelopak mata dikedipkan, air mata akan mengenangi seluruh permukaan bola mata. Sebagian besar cairan itu menguap, sementara selebihnya mengalirkan dari sudut dalam mata menuju saluran lakrimalis, kemudian memasuki hidung melalui saluran nasolakrimal. Aliran air mata bertambah karena adanya adanya zat perangsang (seperti gas air mata misalnya) dan karena emosi (Evelyn C. Pearce, 2010 : 380-388).

2.2    Definisi Miopi
Miopi adalah yang disebabkan oleh lensa mata terlalu cembung sehingga bayangan dari benda yang jauh jatuh di depan retina. Miopi disebut juga rabun jauh, karena tidak dapat  melihat benda jauh dengan jelas. Penderita miopi yang mampu jelas benda yang dekat. Untuk menolong penderita miopi dipakai kaca mata lensa cekung (lensa negatif). (Abdullah, Mikrajuddin, dkk, 2007. IPA Terpadu SMP dan MTS.Tanpa Kota. ESIS, 87).

Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina. Hal ini menyebabakan kesulitan melihat objek jauh dan disebut nearsightedness (Indriani Istiqomah, 2004: 204).

2.3    Klasifikasi Miopi
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraktif terlalu kuat.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti :
a.    Miopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang lebih terlalu kuat.


b.    Miopia aksial
Miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a.    Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b.    Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c.    Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a.    Miopia stasioner
Miopia yang menetap setelah dewasa
b.    Miopia progresif
Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
c.    Miopia maligna
Miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif (Sidarta Ilyas, 2010 : 76).

2.4    Etiologi
Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya direfraksikan tepat pada retina (makula lutea) sehingga tajam penglihatan maksimal tidak direfraksikan oleh mata tepat pada retina (makula lutea) baik itu di depan, di belaknag maupun tidak di biaskan padan satu titik. Kelainan ini merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata.
Miopia dapat disebabkan karena :
a.    Bertambahnya indeks bias media penglihatan yang terjadi pada katarak dimana lensa mata menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
b.    Pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
c.    Akibat panjangnya bola sumbu bola mata (Sidarta Ilyas, 2010 : 76).
2.5    Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.
Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
a.    Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
b.    Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
c.    Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa sama dengan myopia maligna sama dengan myopia degeneratif.
d.    Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina.
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sclera dan kadang-kadang terjadi rupture membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optic.
(Sidarta Ilyas, 2010 : 77).



2.6    Komplikasi
Penyulit yang dapat timbul pada pasien miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata konvergensi terus menerus (Sidarta Ilyas, 2010 : 78).

2.7    Manifestasi Klinis
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan menyerngitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). (Sidarta Ilyas, 2010 : 77).
Gejala klinis miopia :
a.    Subjektif :
1)    Kabur bila melihat jauh
2)    Seperti melihat benang atau nyamuk di lapang pandang
3)    Mata cepat lelah, pusing dan mengantuk (astenopia astenovergen)
b.    Objektif :
1)    Papil agak midriasis
2)    Bilik mata depan lebih dalam
3)    Eksoftalmus
4)    Retina tipis, tampak seperti macan (tigeroid). (Indriani Istiqomah, 2004 : 204).

2.8    Pemeriksaan Penunjang
Menurut Indriani Istiqomah (2004 : 208) Pemeriksaan yang dapat membantu mengetahui miopi adalah sebagai berikut :
a.    Refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.
Refraksi onjektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksaan mengawasi reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative samapai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer).

2.9 Penatalaksanaan 
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
a.    Cara optic
1)    Kacamata (lensa konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton, 1997)
2)    Lensa kontak
Alat ini merupakan bentuk kedua untuk koreksi kelainan refraksi. Alat ini diletakkan di atas kornea dan dibelakang kelopak mata. Perawatan harus dilakukan untuk memberikan cukup oksigen pada kornea. Cairan airmata dialirkan di bawah lensa kontak untuk melembabkan kornea dan mengangkat debris pada saat berkedip. Alat ini memperbaiki kelainan refraksi dengan cara mengubah bentuk kornea yang akan meningkatkan kemampuan refraksi, dan dengan memberikan kekuatan refraktif spesifik dan bentuk yang diinginkan pada bagian depan mata sehingga sinar yang masuk dapat secara tepat difokuskan pada retina (Inriani Istiqomh, 2004 : 211-212).
b.    Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
1)    Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2)    Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga laser untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3)    Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian dikurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan – kekurangan, oleh karena itu para ahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE). (Indriani Istiqomah : 2004).


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Riwayat Kesehatan
Melakukan pengkajian sebagai berikut :
a.    Identitas pasien, meliputi :
1)    Nama             :
2)    Jenis kelamin         :
3)    Usia             :
4)    Pekerjaan             :   
5)    Suku             :
6)    Agama             :
7)    Pendidikan        :   
8)    Status perkawinan     :
9)    Alamat             :
10)    Penanggung jawab     :
b.    Keluhan utama
Pandangan atau penglihatan yang kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk, pada klien miopia terdapat astenopia astenovergen.
c.    Riwayat Kesehatan
1)    Riwayat kesehatan keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes militus dan pada miopia aksialis didapatkan faktor herediter.
2)    Riwayat penyakit dahulu
Pada miopia mungkin terdapat retinitis sentralis dan ablasio retina. Kaji pula adanya defisit vitamin A yang dapat mengurangi sel batang dan kerucut serta produksi akueus humor dan kejernihan kornea.
3)    Riwayat penyakit sekarang
4)    Kebiasaan sehari-hari : nutrisi, istirahat, olahraga
5)    Riwayat alergi
6)    Riwayat konsumsi obat
d.    Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik indra penglihatan meliputi :
1)    Pemeriksaan kelopak mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2)    Inspeksi bulu mata, posisi dan distribusinya
3)    Inspeksi konjungtiva
4)    Inspeksi warna sclera
5)    Pemeriksaan kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal
6)    Pengkajian ketajaman penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen
7)    Pengkajian gerakan mata
Satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan, kemudian pemeriksa dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata.
e.    Pemriksaan penunjang
1)    Refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan kartu snellen, mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.
2)    Refraksi onjektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksaan mengawasi reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative samapai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer). (Indriani Istiqomah, 204 : 208).
3)    Foto fundus atau retina
4)    Pemeriksaan ketajaman mata
5)    Pemeriksaan lapang pandang atau campimetri (perimetri)
6)    Pemeriksaan kwalitas retina ( ERG = electroretinogram)
7)    USG ( ultrasonografi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor, panjang bola mata, kekentalan benda kaca (vitreous)
Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)

3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat diambil pada kasus miopia adalah sebagai berikut :
a.    Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina
b.    Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
c.    Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

3.3 Intervensi
Intervensi dari masing-masing diagnosa di atas adalah sebagai berikut :
a.    Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retina
Tujuan :
1)    Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat
2)    Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
1)    Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan. Rasional : pengetahuan tentang penyebab mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2)    Lakukan uji ketajaman penglihatan. Rasional : mengetahui visus dasar klien dan perkembangannya setelah diberikan tindakan.
3)    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak atau kacamata bantu atau operasi (keratotomy radikal).
b.    Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan pandangan
Tujuan :
1)    Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
1)    Keluhan klien (pusing, mata lelah) berkurang atau hilang
2)    Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap perubahan yang terjadi.
Intervensi :
1)    Jelaskan penyebab pusing, mata lelah. Rasional : mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2)    Anjurkan klien agar pasien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus menerus. Rasional : mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
3)    Gunakan lampu atau penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat membaca. Rasional : mengurangi silau dan akomodasi berlebihan.
4)    Kolaborasi : pemberiaan kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan klien.
c.    Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Tujuan :
1)    Tidak terjadi cidera.
Kriteria hasil :
1)    Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cidera
2)    Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi :
1)    Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan. Rasional : perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan risiko cidera sampai klien belajar untukmengkompensasi.
2)    Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
3)    Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari. Rasional : mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur.
4)    Gunakan kacamata koreksi atau pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi untuk menghindari cidera (Indriani Istiqomah, 2004 : 208-211).








BAB IV
PENUTUP


4.1 Simpulan
Dari makalah di atas dapat kami simpulkan bahwa miopi adalah suatu kelainan refraksi mata yan disebabkan lensa mata terlalu cembung yang mengakibatkan bayangan jatuh di depan retina. Penyebabnya belumlah diketahui secara pasti namun ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan asupan vitamin dan gizi, serta bawaan dari orang tua.
Pada penderita miopia dapat mengalami tanda-tanda sering pusing, pandangan kabur saat melihat jauh, kesulitan membaca dengan jarak jauh, menyipitkan mata saat melihat jauh. Adapaun penderita ini ditolong dengan jalan pemakaian lensa optik seperti kacamata dengan lensa negatif dan lensa kontak. Serta dengan jalan operasi untuk mengurangi kecembungan lensa mata.

4.2 Saran
Miopi dapat terjadi pada siapapun tak terkecuali pada anak-anak, untuk itu disarankan untuk selalu menjaga kesehatan matanya dengan melakukan pemeriksaan mata secara rutin, mengkonsumsi vitamin dan zat gizi yang banyak bermanfaat untuk kesehatan mata.
Meminimalkan risiko terjadinya miopia dengan mengistirahatkan mata saat mata sudah terasa lelah dan bagi penderita miopia yang mengenakan lensa kontak sebaiknya selalu dirawat kebersihannya.
Tags :