Tuesday, June 11, 2013

HEMOFILIA SUATU PENYAKIT GANGGUAN DARAH YANG LANGKA

HEMOFILIA
Istilah hemofilia mengacu kepada sekelompok gangguan perdarahan karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah. Walaupun terdapat gejala serupa tanpa dipengaruhi faktor pembekuan mana yang mengalami defisiensi, identifikasi defisiensi faktor pembekuan darah yang spesifik memungkinkan terapi definitif dengan agens pengganti.
Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pada pewarisnya terlihat sebagai resesif terkait-X ( X-linked recessive). Dua bentuk gangguan yang paling sering di jumpai adalah defisiensi faktor VIII ( hemofilia A atau hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit von Willebrand (von Willebrand disease, vWD) merupakan gangguan perdarahan herediter yang ditandai oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak adanya protein yang dinamakan faktor von Willebrand (vWF) dan defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemophilia, vWD dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan dengan defisiensi faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75% kasus.

Patofisiologi HEMOFILIA
Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik [AHF]). AHF diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan untuk pembentukan tromboplastin dalam fase I koagulasi darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan dalam darah, semakin berat penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk koagulasi, yaitu : pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh karena itu, pasien dapat mengalami perdarahan dalam jangka waktu lebih lama tetapi tidak dengan laju yang lebih cepat.
Perdarahan ke dalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdarahan ke dalam rongga sendi dan otot merupakan tipe perdarahan internal yang paling sering ditemukan. Perubahan tulang dan deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjadi sesudah pasien mengalami episode perdarahan yang berulang selama beberapa tahun. Perdarahan dalam leher, mulut atau toraks merupakan keadaan yang serius karena jalan nafas dapat terobstruksi. Perdarahan intrakranial dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu penyebab kematian. Perdarahan di sepanjang saluran GI dapat menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga retroperitoneum (dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena darah dapat berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada medula spinalis dapat menyebabkan paralisis.

Evaluasi Diagnostik HEMOFILIA
Perdarahan yang jelas dan berlangsung lama mudah terlihat; perdarahan ke dalam jaringan lebih sedikit terlihat . biasanya diagnosis dibuat berdasarkan riwayat episode perdarahan, bukti adanya pewarisan genetik terkait-kromosom X (hanya sepertiga kasus yang merupakan mutasi baru), dan hasil pemeriksaan laboratorium. Tes yang spesifik untuk plasma pasien hemofilia bergantung pada faktor-faktor spesifik terjadinya reaksi, seperti waktu parsial tromboplastin (partial thromboplastin time, PTT). Penentuan defisiensi faktor yang spesifik memerlukan prosedur assay yang biasanya dilakukan dalam laboratorium khusus. Deteksi karier pada penyakit hemophilia klasik dimungkinkan dengan menggunakan tes DNA dan merupakan pertimbangan penting dalam keluarga yang anak perempuannya mungkin telah mewarisi sifat pembawa tersebut.

Penatalaksanaan Terapeutik hemofilia
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang hilang. Produk yang kini tersedia meliputi konsentrat faktor VIII dari plasma darah yang dikumpulkan atau preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan air steril sesaat sebelum digunakan, dan DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin), suatu bentuk vasopresin sintetiik yang merupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia ringan dan penyakit von Willebrand (kecuali tipe IIB dan III) jika anak memperlihatkan respons yang tepat terhadap pemberian preparat ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan kronis akibat perdarahan sendi.
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini bergantung pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), seperti ibuprofen, merupakan preparat yang efektif untuk meredakan rasa nyeri akibat sinovitis; namun, NSAID harus diberikan dengan hati-hati karena akan menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp, 1996; Hilgartner dan Corrigan, 1995). Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat (Amicar) per oral atau lokal akan mencegah penghancuran bekuan darah; namun, pemberian preparat ini terbatas hanya pada pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus diberikan preparat konsentrat faktor pembekuan.
Program latihan yang teratur dan fisioterapi merupakan aspek penatalaksanaan penting pada penyakit hemofilia. Aktivitas fisik dalam batas wajar akan memperkuat otot-otot disekitar sendi dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan.
Terapi yang dilakukan dengan segera akan menghasilkan kesembuhan yang lebih cepat dan penurunan kecenderungan komplikasi, oleh karena itu, sebagian besar anak yang menderita hemofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik melakukan penyuntikan IV dan memberikan AHF kepada anak yang berusia 2 hingga 3 tahun. Anak dapat mempelajari prosedur pemberian obat sendiri ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang dilaksanakan di rumah memiliki angka keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan dengan segera, keuntungan lainnya adalah kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah atau tempat kerja lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak meningkat
Terapi profilaksis primer pada pasien hemofilia telah dipraktikan selama bertahun-tahun di Negara-negara Eropa (Nilson dkk, 1994; van den Berg dkk, 1994) dan terbukti sangat efektif untuk mencegah artropati. Profilaksis primer meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sebelum terjadi awitan kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the Medical and Scientific Advisory Council (MASAC) of the National Haemophilia Foundation merekomendasikan bahwa tindakan profilaksis dianggap sebagai bentuk terapi yang optimal bagi anak-anak yang menderita hemofilia berat (MASAC, 1994). Profilaksis sekunder meliputi pemberian konsentrat faktor VII per IV secara teratur sesudah anak mengalami perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam seminggu. Terapi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang dilakukan secara agresif (atau “peningkatan episode perawatan”) merupakan tindakan alternatif yang efektif dari segi biayanya jika dibandingkan dengan terapi profilaksis primer. Tindakan ini meliputi pemberian infus konsentrat faktor VIII dengan dosis tinggi jika terjadi perdarahan sendi, diikuti dengan pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis yang lebih standar selama 2 hari (Cross dan Koerper, 1997)
Prognosis. Walaupun tidak ada terapi penyembuhan untuk kasus hemofilia, namun gejalanya bisa dikendalikan dan deformitas yang berpotensi menimbulkan cacat dapat sangat dikurangi atau bahkan dihindari. Saat ini ada banyak pasien hemofilia yang mengalami kerusakan sendi minimal atau bahkan tidak megalami kerusakan sendi. Anak-anak ini merupakan anak-anak normal yang memiliki harapan hidup rata-rata dalam setiap aspek seperti anak lain kecuali dalam satu hal, mereka cenderung mengalami perdarahan, yang menjadi gangguan atau masalah signifikan tetapi tidak selalu mengancam jiwa.
Sayangnya, pasien hemofilia yang mendapat terapi belum adanya teknik purifikasi konsentrat VIII (antara tahun 1979 dan 1985) mungkin terkena virus HIV. Diperkirakan lebih dari 50% pasien ini mengalami serokonversi yang berstatus HIV-positif, sementara 30% lainya menderita penyakit AIDS (Hilgartner dan Corrigan, 1995). Ketika pasien ini sudah aktif dalam hubungan seksual, masalah penularan HIV melalui hubungan seks menjadi hal yang semakin penting. Para remaja harus memiliki pengetahuan tentang perilaku seksual yang aman. Pasien hemofilia yang didiagnosis dan diterapi dengan konsentrat faktor pembekuan sesudah tahun 1985 pada hakikatnya tidak menghadapi risiko tertular HIV dari pengobatanya. Baru-baru ini, teknik pembuatan konsentrat faktor pembekuan juga telah sangat mengurangi risiko penularan hepatitis.
Terapi gen terbukti menjadi sebuah pilihan terapi di masa depan. Terapi ini meliputi tindakan memasukan kopi gen faktor VIII normal ke dalam tubuh pasien yang kopi gennya cacat (Cross dan Koerper, 1997).


SEKIAN POSTINGAN SAYA TENTANG HEMOFILIA UNTUK PELAKSANAAN KEPERAWATAN HEMOFILIA KLIK DISINI