PENYAKIT β-TALASEMIA (ANEMIA COOLEY)
Istilah talasemia, yang berasal dari kata Yunani thalassa dan memiliki makna “laut” digunakan untuk sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai dengan defisiensi pada kecepatan produksi rantai globlin yang spesifik dalam Hb. Nama tersebut secara tepat mengacu kepada keturunan orang-orang yang tinggal didekat laut Mediteranean, yang memiliki insidensi tertinggi terkena penyakit talasemia, yaitu masyarakat Italia, Yunani, dan Suriah. Bukti menunjukan bahwa insiden penyakit tinggi diantara kelompok populasi ini merupakan akibat dari manfaat sifat pembawa tertentu yang melindungi mereka terhadap penyakit malaria, sebagaimana halnya dalam hipotesis penyakit sel sabit. Kendati demikian, kelainan ini memiliki distribusi geografik yang luas, mungkin terjadi karena migrasi genetik antar perkawinan atau mungkin karena mutasi spontan.
Istilah talasemia, yang berasal dari kata Yunani thalassa dan memiliki makna “laut” digunakan untuk sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai dengan defisiensi pada kecepatan produksi rantai globlin yang spesifik dalam Hb. Nama tersebut secara tepat mengacu kepada keturunan orang-orang yang tinggal didekat laut Mediteranean, yang memiliki insidensi tertinggi terkena penyakit talasemia, yaitu masyarakat Italia, Yunani, dan Suriah. Bukti menunjukan bahwa insiden penyakit tinggi diantara kelompok populasi ini merupakan akibat dari manfaat sifat pembawa tertentu yang melindungi mereka terhadap penyakit malaria, sebagaimana halnya dalam hipotesis penyakit sel sabit. Kendati demikian, kelainan ini memiliki distribusi geografik yang luas, mungkin terjadi karena migrasi genetik antar perkawinan atau mungkin karena mutasi spontan.
Penyakit β-talasemia paling sering dijumpai di antara semua jenis penyakit talasemia dan terdapat dalam tiga bentuk : bentuk heterozigot, talasemia minor atau sifat pembawa talasemia, yang menghasilkan anemia mikrositik ringan; talasemia intermedia, yang dimanifestasikan dengan splenomegali dan anemia sedang hingga berat, dan bentuk hemozigot, yakni talasemia mayor (yang juga dikenal dengan nama anemia cooley), yang menimbulkan anemia berat kemudian diikuti dengan gagal jantung dan kematian dalam awal masa kanak-kanak jika tidak mendapatkan transfusi darah.
Patofisiologi
Hb pascanatal yang normal dari
rantai polipeptida 2α- dan 2 β-. Pada penyakit β-talasemia terdapat defisiensi
parsial atau total pada sintesis rantai-β dalam molekul Hb. Sebagai akibatnya
terdapat kompensasi berupa peningkatan sintesis rantai-α , sementara produksi
rantai-y tetap aktif, menghasilkan pembentukan Hb yang cacat. Unit polipeptida
yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil , ketika terurai polipeptida akan
menghancurkan sel darah merah, menghasilkan anemia berat.
Untuk
mengimbangi proses hemolitik, akan dibentuk eritrosit dengan jumlah yang sangat
berlimpah kecuali jika fungsi sumsum tulang disupresi melalui terapi transfusi.
Zat besi yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah tambahan dari
transfusi dan akibat penghancuran sel-sel cacat yang cepat akan disimpan dalam
berbagai organ tubuh (hemosiderosis)
Evaluasi Diagnostik
Awitan talasemia mayor dapat
berlangsung secara peralahan tanpa dikenali sampai paruh kedua masa bayi. Efek
klinis talasemia mayor terutama menyebabkan (1) defektif sintesis HbA, (2)
gangguan sel darah merah secara struktural, dan (3) pemendekan usia eritrosit
(kotak 26-4).
FOKUS
KELUARGA
Ketakutan
Adiksi
Meskipun biasanya terdapat rasa nyeri hebat
dan pemakaian opioid bisa dibenarkan, banyak keluarga merasa takut kalau-kalau
anaknya akan mengalami adiksi (kecanduan) terhadap narkotika. Sayangnya, para
professional kesehatan yang mendapat informasi keliru dapat menambah rasa takut
yang tidak berdasar ini, menyebabkan penderitaan yang seharusnya tidak terjadi.
Sedikit, jika ada anak yang mendapat terapi opioid untuk mengatasi rasa nyeri
hebat yang memperlihatkan perilaku adiktif terhadap obat tersebut (Gribbsons,
Zahr, dan Opas, 1995). Keluarga dan anak yang lebih besar khususnya remaja,
perlu diyakinkan bahwa opioid merupakan indikasi medis, dosis yang tinggi
mungkin diperlukan, dan peristiwa adiksi jarang dijumpai.
Pemeriksaan hematologi
mengungkapkan perubahan yang khas pada sel darah merah (yaitu, mikrositosis,
hipokromia, anisositosis, poikilositosis, sel-sel target dan baso philic
stipling [bercak-bercak berbentuk batang] pada berbagai stadium). Kadar Hb dan
hematokrit (Ht) yang rendah terlihat pada anemia berat, walaupun kedua angka
tersebut secara khas lebih rendah dibandingkan angka penurunan jumlah eritrosit
karena proliferasi eritrosit yang imatur. Hasil pemeriksaan elektroforesis Hb
akan memastikan diagnosis, dan foto rosen/radiograf tulang yang terkait akan
mengungkapkan gambaran yang khas.
Penatalaksanaan Terapeutik
Terapi suportif bertujuan
mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah ekspansi sumsum tulang dan
deformitas tulang yang diakibatkannya, serta menyediakan eritrosit dengan
jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas fisik yang normal.
Tansfusi darah merupakan dasar penatalaksanaan medis. Studi terbaru telah
mengevaluasi manfaat mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl, suatu tujuan yang
memerlukan terapi transfusi setiap 3 minggu sekali. Keuntungan terapi ini
meliputi (1) peningkatan kesehatan fisik dan psikologis karena anak mampu turut
serta dalam aktivitas normal, (2) penurunan kardiomegali dan
hepatosplenomegali, (3) perubahan pada tulang lebih sedikit, (4) pertumbuhan dan
perkembangan normal atau mendekati normal sampai usia pubertas, dan (5)
frekuensi infeksi lebih sedikit.
Salah satu
komplikasi yang potensial terjadi pada seringnya terapi transfusi adalah
kelebihan muatan zat besi. Karena tubuh tidak memiliki cara efektif untuk
mengeliminasi zat besi yang berlebihan maka mineral tersebut akan ditimbun di
dalam jaringan tubuh. Untuk meminimalkan terjadinya hemosiderosis dapat
diberikan deferoksamin (Desferal)-
suati agens kelasi-zat besi-bersama dengan suplemen oral vitamin C dalam dosis
kecil. Vitamin C hanya boleh diberikan pada pasien-pasien yang mengalami
deplesi askorbat dan hanya pada saat deferoksamin diberikan. Ketika kadar
feritin turun mendekati nilai normal, peranan vitamin C dalam meningkatkan
ekskresi zat besi akan menghilang (Benz dan Giardina, 1995). Deferoksamin
deberikan melalui intravena atau subkutan, yang sering kali diberikan di rumah
dengan menggunakan pompa infus portabel selama 8 hingga 24 jam (biasanya selama
waktu tidur) selama 5 hingga 7 hari dalam seminggu. Deferoksamin juga diberikan
secara intravena selama periode 4 jam pada saat dilakukan transfusi darah (Benz
dan Giardina, 1995). Berbagai strategi kreatif seperti kontrak perilaku pernah
dilaksanakan untuk membantu anak mematuhi regimen pengobatan dengan
deferoksamin.
Pada sebagian anak dengan
splenomegali berat yaitu menunjukan peningkatan kebutuhan transfusi, tindakan
splenektomi mungkin diperlukan untuk mengurangi tekanan abdomen yang membuat
anak tidak berdaya dan untuk memperpanjang usia sel darah merah yang
ditambahkan lewat transfusi. Setelah melewati periode waktu tertentu, limpa
dapat mempercepat laju destruksi sel darah merah sehingga meningkatkan
kebutuhan transfusi. Setelah splenektomi, umumnya anak-anak tersebut lebih
sering memerlukan transfusi darah, walaupun defek dasar pada sintesis Hb tetap
tidak dipengaruhi. Komplikasi masa pascasplenektomi adalah infeksi yang berat
dan sangat banyak. Oleh karena itu, anak-anak yang menjalani splenetomi harus terus
mendapat terapi antibiotik profilaksis dengan pengawasan medis yang ketat
selama bertahun-tahun dan harus memperoleh vaksin pneumokosus dan meningmokosus
selain memperoleh imunisasi yang
dijadwalkan secara rutin.
Kewaspadaan
Keperawatan Pastikan agar
keluarga/pasien memahami perlunya melapor kepada professional tenaga kesehatan
untuk semua gejala demam dengan suhu 38,5o C atau lebih karena
terdapat resiko sepsis pada anak asplenia.
Prognosis. Sebagian besar anak yang mendapatkan transfusi
darah dan terapi kelasi dini akan dapat hidup dengan baik sampai usia dewasa.
Penyebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung yang diinduksi
dan kemudian diikuti dengan infeksi, penyakit hati ,,maligansi (Benz dan Giardina 1995). Terapi
yang menentukan bagi sebagian anak adalah transplantasi sumsum tulang. Pada
sebuah studi, anak-anak berusia di bawah 16 tahun yang menjalani transplantasi
sumsum tulang alogenik menunjukan angka keberhasilan hidup pada komplikasi
sebesar 59% hingga 98% (Giardina, Walter dan Thomas, 1994SEKIAN POTINGAN SAYA TENTANG PENYAKIT TALASEMIA untuk PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN KLIK DISINI