ETIKA
BERBAHASA INDONESIA
Berbicara
tentang etika sama halnya berbicara tentang sopan santun atau tata karma.
Sedangkan kegiatan berbahasa adalah melakukan komunikasi dengan orang lain baik
lisan maupun tulis, baik dengan menggunakan media cetak maupun elektronik.
Dalam berkomunikasi diharapkan menggunakan etika yang baik sehingga orang lain
dapat merespon bahasa kita bengan baik pula.
Dalam berbahasa kita memerlukan diksi
yang tepat dan sesuai dengan kondisinya baik situasi resmi maupun tidak resmi.
Misalnya dalam kegiatan berdiskusi, berpidato, dan presentasi atau bentuk
kegiatan formal lainnya. Bahasa yang kita gunakan haruslah menggunakan diksi
yang baik pula. Serta tidak menimbulkan makna taksa atau ambigu.
Dalam semantik atau ilmu yang
mempelajari pergeseran makna kata, kita mengenal istilah ameliorasi. Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang
lebih baik, lebih indah, lebih terhormat daripada bermakna Peyorasi. Peyorasi
adalah perubahan makna kata yang lebih rendah, lebih jelek, dan kurang sopan
bila kita gunakan. Untuk itu, bahasa-bahasa yang amelioratiflah yang perlu
kita kembangkan dalam berbahasa.
Contoh
bahasa ameliorasi:
- Istri Pak Bejo sedang hamil
- Tunawisma yang ada di Jakarta perlu mendapat penyuluhan kesehatan.
- Pariyem menjadi pramuwisma di Surabaya.
- Karyawan yang ada di perusahaan Pak Budi mendapat jamsostek.
Kata-
kata yang digunakan dalam kalimat di atas menggunakan makna yang lebih baik.
Seperti terlihat pada kata istri, hamil, tunawisma, pramuwisma,
karyawan. Kata-kata tersebut akan bermakna rendah atau peyorasi bila
diganti dengan kata bini, bunting,
gelandangan, babu, buruh. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi nilai
etika dalam berbahasa.
Kata-kata
yang menimbulkan makna baik lainnya antara lain; tunagrahita, tunadaksa,
tunawicara, pramuria, pramusaji, pramuniaga, pramuwisma, pramugari dan lain
lain.
Dalam gaya bahasa, kita juga mengenal
majas eufemisme. Majas eufemisme adalah
gaya bahasa yang menimbulkan makna baik.
Contoh
majas eufemisme:
- Permisi Bu, saya mau ke kamar kecil.
- Pasien itu sedang berada di ruang bersalin.
- Maaf, anak Bapak agaknya kurang waras.
- Anak itu kurang cerdas dibanding teman-temannya.
Pilihan
kata kamar kecil dan ruang bersalin, kurang waras, kurang cerdas,
tampaknya lebih tepat daripada kencing
dan beranak, gila, goblok. Dalam
bertutur kata, kita juga harus menghindari majas sarkasme. Majas sarkasme adalah majas sindiran karar dahkan menyerupai bahasanya
orang yang sedang mengumpat.
Contoh
gaya bahasa sarkasme:
- Cih, jijik aku melihatmu!
- Mulutmu bau bangkai!
- Dasar tolol!
Gaya
bahasa sarkasme hendaknya dihindari dalam berkomunikasi. Hal ini karena sangat bertentangan dengan
etika berbahasa. Di samping itu juga akan menimbulkan emosi bagi orang lain.
Bila emosi sudah mewarnai dalam pembicaraan maka dampak buruk bisa saja
terjadi.
Selain makna yang kita perhatikan
dalam berkomunikasi, kita juga harus memperhatikan sikap kita saat berbicara.
Karena sikap juga mempengaruhi etika dalam berkomunikasi. Bersikaplah yang wajar
dan sopan.