Friday, July 5, 2013

ASKEP SPRAIN

ASKEP SPRAIN
2.2              Sprain (Keseleo)
A.    Pengertian.
Sprain Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang atau parah.

B.     Tingkatan Sprain
•         Sprain ringan / tingkat 1 :
Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi tidak menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut.
Pasien bisa merawat sendiri selama proses rehabilitasi, atau setelah mendapatkan diagnosa dari dokter. Masa penyembuhan antara 2-6 minggu. Terjadi rasa sakit, pembengkakan kecil, sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi leksitas abnormal.

•         Sprain sedang / tingkat 2 :
Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih besar tetapi tidak sampai terjadi putus total. Terjadi rupture pada ligament sehingga menimbulkan penurunan fungsi sendi. Untuk pemulihannya membutuhkan bantuan fisioterapi dengan rentang waktu 2-6 minggu.
Rasa sakit/nyeri,bengkak terjadi perdarahan yang lebih banyak.

•         Sprain tingkat 3 :
Terjadi rupture komplit dari ligament sehingga terjadi pemisahan komplit ligament dari tulang. Untuk bisa pulih kembali maka diperlukan tindakan operasi dan fisioterapi dan rata-rata memakan waktu 8-10 minggu. pada tingkatan ini ligamen pada lutut mengalami putus secara total dan lutut tidak dapat digerakkan.

C.   Patofisiologi SPRAIN
Kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.

D.   Tanda Dan Gejala SPRAIN
1.         Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2.         Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3.         Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4.         Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

E.   Pemeriksaan Diagnostik SPRAIN
1.      Riwayat :
a.    Tekanan
b.    Tarikan tanpa peredaan
c.    Daya yang tidak semestinya
2.      Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal.

F.   Penatalaksanaan SPRAIN
1.      Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2.      Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
3.      Elektromekanis.
o   Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
o   Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
o   Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
o   Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
o   Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.


2.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SPRAIN

3.1           Strain dan Sprain
A.  Pengkajian
1.      Identitas pasien.
2.      Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3.      Riwayat Kesehatan.
a.    Riwayat Penyakit Sekarang.
•           Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
•           Daerah mana yang mengalami trauma.
•           Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
b.   Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c.    Riwayat Penyakit Keluarga.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4.      Pemeriksaan Fisik.
a.       Inspeksi :
•         Kelemahan
•         Edema
  Perdarahanperubahan warna kulit
•                        Ketidakmampuan menggunakan sendi
b.      Palpasi :
•     Mati rasa
c.       Auskultasi.
d.      Perkusi.
5.      Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.

B.                 Diagnosa Keperawatan
1.   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
•           Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
•           Menunjukkan teknik memampukan melaksanakan aktivitas ( ROM aktif dan pasif ).
Intervensi :
•           Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi.
•           Ajarkan untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sehat dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
•           Berikan pembalutan, pembebatan yang sesuai.
2.   Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :
•          Menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
•           Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan pembalutan.
•          Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
•          Pemberian kompres dingin dengan kantong es 24 0C.
•          Ajarkan metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut.
•          Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
3.   Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
•      Mendemonstrasikan adaptasi kesehatan, penanganan keterampilan.
Intervensi :
•      Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pandangan pemikiran perasaan seseorang.
•      Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, dan prognosa kesehatan.
•      Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan.
•      Hindari kritik negatif.
•      Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan.

3.2           Dislokasi
A.   Pengkajian
•        Identitas dan keluhan utama
•        Riwayat penyakit lalu
•        Riwayat penyakit sekarang
•        Riwayat masa pertumbuhan
•        Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.

B.      Diagnosa Keperawatan
1.     Nyeri B. D spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur / dislokasi.
◙ Intervensi.
a.       Pertahankan tirah baring sampai dislokasi berkurang.
b.      Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong sebagai contoh; belat, alat fiksasi eksternal atau gips.
◙ Rasional.
a.       Nyeri dan spasme otot dikontrol oleh immobilisasi.
b.      Untuk mengimmobilisasi fraktu ekstrimitas dan menurunkan nyeri.

2.      Gangguan mobilitas fisik B. D traksi atau gips.
◙ Intervensi.
•      Pada saat aktivitas diperbolehkan, tempatkan pasien pada ‘Falls Protocol ‘ sesuai dengan fasilitas protokol.
◙ Rasional.
•      Salah satu fungsi utama dari sistem skeletal ada mobilitas. Resiko jatuh meningkat apabila terdapat gangguan sistem skeletal.

3.      Defisit perawatan diri B. D traksi / gips pada ekstrimitas.
◙ Intervensi.
a.       Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan kemampuan.
b.      Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik diatas ekstrimitas yang sakit untuk mempertahankan gips / belat / fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi.

◙ Rasional.
a.       AKS adalah fungsi dimana orang normal melakukannya tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar, merawat masuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahankan harga diri.
b.      Kantong plastik, melindungi alat-alat dari kelembaban yang berlebihan yang dapat menimbulkan infeksi dan menyebabkan melunaknya gips.

Tags :